(This article has been printed and published)
Please accept my apology to whom they don’t understand Bahasa Indonesia. The below article is written in Bahasa Indonesia. The article is telling on Democracy that implemented in human life. There are some reasons why I wrote this article;
1. There is a group of Moslem who extremely rejected the word of Democracy even phobia;
2. I was impressed to what Tom Hogan, Phd, an australian media scholar, said to me; ” Democracy is regulated!!!”.
3. Indonesia now is starting implementing “Democracy”, which is now finding the right shape for Indonesian.
Mukadimah
Salah satu karunia Tuhan yang diberikan kepada makhluk manusia itu adalah “akal fikiran”, inilah yang membuat kemajuan makhluk manusia seperti yang sama sama kita saksikan saat ini. Dengan “akal fikiran” itulah, manusia dapat menata kehidupan sesuai dengan tuntutan kelayakannya masing-masing, dan bahkan “akal fikiran” itu pulalah yang sekaligus membedakan antara makhluk manusia dengan khewan!. Pantas kalau Allah SWT berfirman dalam al-qur’anul karim “laqad khalaqnal insyana fii ahsyani taqwin”, surat at tien, yang arti verbalnya adalah “dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik bentuk”. Pada ayat lain Allah lebih focus menunjuk kepada umatnya yang melakukan “amal ma’ruf dan nahi munkar serta beriman”, dengan sabdanya;” quntum khairan ummatan ukhrijat linnasi”, bahwa kalian adalah sebaik baik umat yang Ku turunkan diantara manusia. Kutipan ayat itulah yang sesungguhnya telah menjadi inspirasi, pedoman dan misi hidup saya. Kata “amar ma’ruf nahi munkar dan iman”, inilah melalui alat politik/siasah dengan system demokrasi yang dikembangkan dalam kesisteman politik di tanah air bersama Partai yang sedang saya Pimpin yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Jawa Barat. Jadi kalau partai kami memposisikan sebagai alat control pemerintah yang sedang berkuasa saat ini atau dengan kata lain partai “oposisi”, telah benar adanya, on the right reel”. Demokrasi Saya tidak perlu membahas lagi apa itu “demokrasi”. Tapi ada kata yang manarik kita catat yang boleh kita sebut sebagai kata kunci dan yang ingin saya tekankan disini, bahwa demokrasi itu adalah “regulated” (Tom Hogan). Artinya kehidupan demokrasi harus di atur oleh aturan-aturan main yang jelas dan tegas. Bila itu tidak terjadi, maka inilah demokrasi yang kebabalsan!!!. Dan kita tidak menghendaki bila hal itu terjadi terus menerus di negeri yang kita cintai ini, sebab akibatnya hanya akan terjadi kebringasan public atau bahkan chaos. Nah..kembali kepada persoalan demokrasi, seperti yang saya uraikan dalam kata pengantar terdahulu, bahwa sebagaian saudara saudara kita khususnya dikalangan umat Islam, ada yang pobia terhadap kata Demokrasi. Karena demokrasi datang dari dunia barat, dan sesuatu yang datang dari barat, bagi kelompok tersebut malah dicap haram adanya. Inilah yang ingin saya “share” dengan saudara saudaraku ini, bahwa Islam sebagai agama yang sempurna itu, sesungguhnya memiliki basic concept demokrasi itu sendiri yang kemudian secara alami terimplemtasikan dalam kehidupan politik kita. Sadar atau tidak sesungguhnya kehidupan sistim demokrasi itu sudah dilaksanakan oleh umat Islam sejak jaman khalifah dulu. Bahkan praktek-praktek demokrasi tercermin dan menjadi ciri dari kehidupan sehar-hari Rosulullah tauladan kita semua. Bahwa apa yang baginda Rosul laksanakan sehari-harinya, dibimbing oleh wahyu-wahyu Illahi, karena itu beliau tidak bertindak sekehendak hatinya. Inilah yang saya sebut degan “Regulated”. Supaya saya tidak ngelantur menguraikan demokrasi dalam khasanah keislaman, lebih baik saya mengutip pendapat sesepuh dan guru kita semua, Dalem Haji Wiranatakusumah, mantan Bupati Bandung, dan Tuan Haji ini telah menguraikan pendapatnya dalam buku yang ditulisnya sendiri “Islamietische Demokratie in Theorie and Praktijk”, yang diterbitkan oleh Penerbit Publiser Pusaka tahun 1942. Beliau menguraikan prinsip prinsip demokrasi Islam dalam bahasa Belanda, dan belum pernah ada yang menerbtikan dalam versi bahasa Indonesia. Bagi saya karya beliau adalah mutiara yang tiada ternilai harganya. Karena pokok pokok pikiran Dalem Haji Wiranatakusuma dicuplik dari ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga nilai kebenarannya absolut, dan kehidupan Rosul Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah. Beliau menguraikan pokok-pokok kehidupan dan sistem demokrasi tersebut sebagai berikut :
I. ASAS DEMOKRASI PARLEMENTER
Masyarakat Islam dalam kondisi yang sebenarnya merupakan masyarakat demokratis. Mereka mengikuti permulaan asas demokrasi parlementer dan memberikan hak-hak masyarakat dan sipil kepada semua orang, apapun kebangsaannya, apapun agama yang dianutnya. Khalifah (pemimpin kaum muslimin), bukan seorang diktator yang suka mengambil keputusan sendiri dan suka memaksa rakyatnya melaksanakan kehendaknya sementara ia tidak mempunyai hak untuk ikut berbicara dalam urusan yang berhubungan erat dengan kesejahteraan. Jika khalifah bersikap demikian, itu berarti sebuah pelanggaran terhadap hak setiap insan sejak lahir, kaya atau miskin, tinggi atau rendah, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat dalam arti sebenarnya, persamaan hak, kesempatan dan kesetiakawanan. Pelanggaran tersebut tentu saja dapat membangkitkan kemarahan rakyat. Jiwa demokrasi yang tercermin dalam persamaan hak, kebebasan dan tanggung jawab bersama, telah begitu dalam mengakar dalam diri kaum muslimin sehingga sejak awal tidak dimungkinkan terjadinya segala macam tekanan terhadap setiap individu. Para khalifah menganggap diri mereka sebagai penanggung jawab semua urusan pemerintahan dan bertanggung jawab terhadap bangsanya. Oleh karena itu, mereka dapat diminta pertanggung-jawabannya. Pada pidato pengangkatan dirinya menjadi khalifah, Abu Bakar (632-634 M) mengatakan pendapatnya seperti ini.”O, rakyatku! Saya telah terpilih menjadi pemimpin kalian walaupun saya bukan yang terbaik diantara kalian. Maka dari itu, tolonglah saya apabila saya berlaku benar dan kembalikan saya ke jalan yang benar, apabila saya menyimpang dan berlaku tidak adil. Yang lemah di antara kamu menjadi kuat dimata saya, jika sampai saya membela hak-haknya dan yang kuat di antara kamu menjadi lemah dimata saya, jika sampai saya dapat menyuruh dia menunaikan tugas-tugasnya. Tidak ada bangsa yang menyerah dalam usahanya menuju jalan Allah atau Allah akan merendahkan dirinya. Patuhlah kepada saya, seperti saya patuh kepada Allah dan Nabi-Nya (Muhammad). Jika saya tidak patuh kepada Allah dan Nabi-Nya, saya tidak berhak menerima kepatuhan dari pihak kalian. ” Pernyataan dari khalifah pertama ini membuktikan bahwa sikap khalifah berlawanan dengan sikap diktator. Khalifah hanya merupakan pelindung dalam Negara Islam yang mengatas namakan rakyat dan harus berusaha patuh kepada hukum, sudah pasti ia juga harus berusaha memperhatikan penegakkan hukum. Dengan alasan tersebut, khalifah dapat diberi kritikan berdasar pada tingkah lakunya. Sebagaimana Abu Bakar sendiri menghendakinya, siapa saja berhak menunjukkan jalan yang lurus kepadanya, jika dia berada di jalan yang menyesatkan. Dengan kata lain, rakyat merupakan pengontrol kepemimpinannya dan mempunyai suara dalam pemerintahan negaranya. Di dalam demokrasi Islam, tidak mungkin seorang khalifah atau pemimpin harus senantiasa dipatuhi dalam segala hal sampai tidak seorang pun mempunyai hak untuk meragukan pemerintahannya. Seorang dengan kekuasaan yang tidak dapat diganggu gugat merupakan sebuah duri dalam pelajaran Islam. Pembebasan jiwa adalah hal yang terpenting dalam Islam dan merupakan berkah tertinggi yang dapat diberikan untuk kemanusiaan. Oleh sebab itu, bagi mereka yang dengan membabi buta mengikuti khalifah, di dalam Al-Qur’an disamakan dengan ”Hewan” bodoh yang dihalau, bahkan lebih buruk dari itu ” (Q.S.7 : 179). Waktu orang nonmuslim menyatakan bahwa mereka tidak dapat menerima Islam karena nenek moyang mereka menganut agama yang lain, Al Qur’an menjawabnya dengan sebuah argumen, ”Meskipun nenek moyang mereka orang-orang tolol (gila)?” Q.S. 5 : 104). Orang tua memang memiliki kekuasaan terhadap kita sesudah Nabi Muhammad dan harus diberi penghormatan yang tinggi. Akan tetapi, dalam hal ini Al Qur’an jelas menyatakan, ”Tetapi jangan patuhi mereka jikalau mereka memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak kamu kenal” (Q.S. 31 : 13,14,15; 4:48) ,atau ”Apabila mereka memaksamu menerima tuhan selain Allah, memberikan tabiat terpuji seperti kepada Allah, memujanya dan patuh total kepadanya atau menuruti hawa nafsumu (Q.S. 25 :43) (menjadikan nafsunya sebagai Tuhan). Pembatasan seperti di atas juga berlaku atas kekuasaan khalifah. Al Qur’an mengatakan dengan jelas, “Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan keshalihan daan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan/aniaya” (Q.S. 5:2). Selain pernyataan dari Abu Bakar di atas, khalifah kedua, Umar bin Khatab (634-644 M) juga berfikir dan bekerja dengan mewariskan keteladanan seorang pemimpin. Mengenai pribadi Umar dapat diceritakan sebagai berikut. Suatu waktu Umar berpidato untuk penduduk Madinah. Dalam pidatonya, Umar menganjurkan kaum laki-laki untuk memberikan maskawin kepada calon istrinya dangan jumlah yang kecil dan kebiasaan itu sampai sekarang masih dipakai. Kemudian seorang wanita tua bangkit dan menuduh khalifah telah melawan kehendak Allah. Wanita itu berkata, “O, Umar! Beraninya kamu melarang kita padahal Allah berfirman dalam Al Qur’an bahwa setumpuk emas pun boleh diberikan kepada pengantin sebagai mas kawin” (Q.S. 4:20). Tanpa tersinggung oleh ucapan itu, Umar menerimanya dengan baik dan menghargai keberanian wanita itu sepenuhnya. Ia berkata, “Kaum wanita dari Madinah lebih mengerti isi qur’an daripada Umar”. Umar juga pernah mengatakan bahwa suatu pemerintah dari sebuah negara tidak dapat disebut pemerintah yang sebenarnya kalau setiap warga negaranya tidak diberikan hak untuk mengeluarkan pendapat dan tidak dihormati. Dengan contoh-contoh seperti inilah demokrasi Islam ditegakkan. Sebagaimana kata-kata Nabi Muhammad, “Hukumlah saya, kalau saya telah berbuat salah”.
2. PERSAMAAN HAK DAN KESEMPATAN
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa hasrat atau keinginan untuk berada di atas manusia lain sangat diidamkan oleh manusia untuk kemajuan dirinya sendiri. Selanjutnya harus juga diakui, untuk kebaikan jalannya sebuah urusan harus ditempatkan orang-orang yang berkuasa atau pemimpin di suatu masyarakat ataupun di dunia secara keseluruhan. Dengan kata lain, dunia harus tetap sebagai suatu tempat dimana di dalamnya tersedia kedudukan-kedudukan tinggi yang terbuka bagi semua. Islam pun mengakui hal itu. Dalam Islam, kekhalifahan atau kepemimpinan terbuka bagi semua muslim. Dalam demokrasi Islam, terletak dasar kebebasan individu. Tidak ada seorang pun yang mempunyai hak mutlak untuk memerintah. Tidak ada yang dimuliakan oleh Allah sebagai alat kerja luar biasa untuk mengekspresikan kehendak-Nya hingga orang itu tidak dapat menyimpang atau mudah terkena kekeliruan. Jika hal itu terjadi, bisa berarti mempertuhankan manusia. Ketahuilah, salah satu akibat dari mendewa-dewakan manusia adalah dibebaskannya pemimpin dari tugas-tugas dan semua tanggung jawab, dan semua pengontrolan terbuka dari masyarakat dihilangkan. Semua orang diberi kesempatan untuk menduduki posisi sebagai khalifah. Yang mungkin mendapatkan posisi itu adalah orang yang memenuhi tuntutan Al Qur’an. “Yang penting di antara kalian adalah dia yang menjaga kewajibannya terhadap Allah dan ciptaan-Nya” (Q.S. 49:13), “Bukan harta dan jumlah anak yang besar yang membawa manusia lebih dekat dengan Allah, tetapi kepercayaannya yang mutlak dan perbuatan baik. (Q.S. 34:37). Setiap orang pantas untuk kedudukan ini dan punya kesempatan yang sama untuk mendapatkannya karena prestasi-prestasi yang telah dicapainya. Ini berarti sangatlah penting bagi negara untuk mengetahui siapa dan bagaimana khalifah itu sebenarnya. Sejarah Islam mengenal banyak contoh untuk kasus serupa. Banyak budak-budak yang berhasil mencapai posisi yang tertinggi dalam Islam. Posisi budak tidak di anggap sesuatu yang memalukan. Status budaj itu hanya bersifat sementara atau sesuatu yang kebetulan terjadi dan bukan sesuatu yang datang dari orang. Itulah sebabnya, seorang budak secara manusiawi sederajat dengan orang lain juga mempunyai kesempatan untuk dipandang dan berkuasa. Budak-budak dan tahanan perang menurut Al Qur’an harus dibebaskan dengan mempergunakan sebagian dari perbendaharaan kas negara (Q.S. 90:13 ; 47:4 ; 2: 177 ; 9:60). Dalam pidatonya Nabi Muhammad SAW berkata kepada sekitar 120.000 orang-orang muslim, “Mengenai budak-budakmu pastikan bahwa mereka diberi makanan yang sama seperti yang kamu makan dan juga pakaian yang sama seperti yang kamu pakai.” Prof. Snouck Hurgronjemengatakan dalam bukunya yang berjudul MOHAMMEDANISM (Putnam’s USA, 1996, Hal 156), “Hukum Islam mengatur posisi budak-budak dengan cara yang sangat adil. Hal ini telah disaksikan oleh banyak orang yang telah menghabiskan sebagian dari hidupnya di tengah-tengah orang Islam. Budak-budak diberi perlakuan yang baik oleh tuannya, dan dihormati. Disamping itu, kita harus menjelaskan bahwa di berbagai negara barat atau negara-negara yang dikuasai barat, sebagian besar kelompok-kelompok penduduknya hidup dalam keadaan yang jauh lebih parah dibandingkan dengan yang di alami oleh budak-budak dalam Islam. Satu-satunya dasar yang sah untuk perbudakkan adalah tawanan perang atau mereka yang dilahirkan dari orang tua budak. Tawanan dari musuh Islam sama sekali tidak otomatis jadi budak. Pemerintah yang berwenang dapat menentukan nasib mereka dengan cara lain, juga dengan cara yang tertulis dalam hukum Internasional yang dipakai. Oleh karena itu, idealisme politik Islam dijadikan kenyataan. Jumlah musuh-musuhnya harus dikurangi dan menjadikan mereka manusia budak harus dikurangi. Membebaskan budak-budak merupakan hal yang berjasa, yaitu memperbaiki pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum suci. Menurut prinsip seorang muslim, perbudakan adalah sebuah lembaga yang digunakan untuk menghilangkannya. Ada beberapa contoh dimana seorang budak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih kedudukan tinggi. Kutubud-Din, raja pertama Delhi dan pendiri kerajaan Islam di India adalah seorang budak. Subaktagin, bapak dari Mahmud dari Ghazni (996-1030 M) adalah seorang budak dari raja pertama dinasti Ghazni, yang menjadi pengganti raja. Selama pemerintahan Amir Abdurrahman, yang menjadi panhliam tentara Afghanistan adalah budaknya sendiri. Seorang budak yang lain menduduki posisi sebagai bendahara dan dua budak lain mempunyai kedudukan yang tinggi. Raja tersebut telah mengikuti jejak nabi.
3. PEMERINTAH ATAU MEMERINTAH MELALUI MUSYAWARAH
Islam juga ternyata mempunyai keseimbangan dalam mengemudikan negara. Dalam artian, Islam tidak hanya menyuruh kaum muslimin saja untuk patuh kepada mereka yang berkuasa. Kaum muslimin juga harus berunding dengan kaum lain sebelum mereka menerima suatu usulan hukum atau mengumumkan suatu perintah atau keputusan. Inti dari keseluruhan prinsip pemerintahan bisa diperoleh dalam Al Qur’an. Di sana tertulis dengan jelas dan tegas tentang pelaksanaan prinsip pertukaran pendapat dan perundingan. Hal tersebut penting sebagai bentuk perwujudan dari inti demokrasi (Q.S. 3 :158 ; 42:38). Sejarah telah menunjukkan bagaimana ide ini timbul selama hidup Nabi dan diungkapkan secara jelas. Kemudian, pada waktu hari pertama kekhalifahan, khalifah harus menyerahkan urusan penting kepada Lembaga Penasehat. Terkadang, penduduk dimintai pendapatnya dalam perkara-perkara yang penting. Seperti yang dikatakan umar, “Tidak ada kekhalifahan tanpa saling berunding”. Khalifah merundingkan semua urusan negara dengan dewan dan mengambil keputusan dengan cara mufakat bersama atau suara terbanyak. Baru kemudian selama kekhalifahan dari Abbasieden (mulai 750 M), sejumlah dewan atau departemen-departemen dipanggil untuk pembagian kerja yang lebih baik. Prinsip-prinsip umum yang telah di umumkan oleh Pembuat Hukum Terbesar dari semua makhluk. Kesewenang-wenangan sama sekali tidak diijinkan. Abu Bakar dalam pidatonya mengatakan, “Berlaku Adillah”. Sikap adil merupakan satu-satunya hal yang memberi hak kepadanya untuk bekerja sama dengan rakyat. Bukan untuk menerima kepatuhan dan bantuan dari rakyat. Loyalitas dan kepatuhan pada pemerintah bergantung pada perwujudan satu sarat saja yaitu , “Tidak pada satu manusia pun kepatuhan diharuskan jika urusannya tentang ketidakpatuhan kapeda Allah”. Dengan kata lain, kelakuannya harus tahan di uji menurut Quran dan Hadist. Jika orang membicarakan diktator dalam Islam, itu adalah Al Qur’an , sebuah hukum bukan manusia, setinggi apapun pendidikannya, sesuci dan sebagus apa pun spiritualnya. Memang benar, pada awal-awal sejarah Islam dewan tidak persis seperti rapat penegak hukum sebagaimana dalam arti kata modernnya. Akan tetapi, dalam dewan orang dapat menentukan semua kegiatan-kegiatan negara dan melihat dengan jelas inti dari sebuah Rapat Penegak Hukum.
4. SEORANG KHALIFAH ADALAH ABDI RAKYAT
Nabi Muhammad tidak menduduki posisi yang lebih tinggi dari orang biasa atau pun dari orang sederajatnya dan saudara sesamanya pada pemerintahan negara Islam. “Saya hanyalah seorang manusia seperti halnya anda. Telah diumumkan kepada saya bahwa Tuhan kamu itu adalah satu, Allah. Siapa yang berharap dapat bertemu dengan Tuhannya baik dalam kehidupan sekarang maupun akhirat, lakukanlah pekerjaan yang baik dan tidak menggabungkan siapan pun dalam pengabdian kepada Tuhannya” (Q.S. 18:110). Dengan kata lain, jangan mengagung-agungkan manusia lain, dewi atau penyembah berhala mana pun kepada Allah dan jangan patuh kepada manusia secara membabi buta. Muhammad bukan tidak dapat di dekati, dan bukan pula bersembunyi dalam kesepian pengasingannya. Ia juga tidak dikelilingi oleh seorang pengawal atau oleh sekelompok sahabat yang oleh sebuah jarak rohaniah dipisahkan darinya, yang selalu mengatakan “ya” pada semua yang keluar dari mulutnya, dan mempercayai serta menerima setiap perkataan dari tuannya tanpa mengerti maknanya. Di antara semua pengikutnya, ia hanya merupakan orang pertama di antara orang sederajatnya. Orang pertama yang dilahirkan sebagai rohaniawan yang harus menahan segala nafsu duniawi untuk mengembangkan jiwanya. Muhammad mendengar suara Allah tetapi juga mendengarkan suara sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Elemen demokrasi sudah berakar dalam sekali pada karakternya yang lemah lembut dan ramah tamah, dan dari sinilah timbul bentuk pemerintahan negaranya. Muhammad tidak bergantung pada kepercayaan bodoh dari orang yang kurang berpengetahuan. Ia menyebarkan kepercayaannya dengan penuh keyakinan. Ia mencoba mencari pengikut di antara mereka, ia dapat mengambil hati mereka untuk membentuk suatu masyarakat yang hidup dengan semangatnya sendiri dan ia tidak membiarkan dirinya dipengaruhi oleh nafsu dan naluri yang primitif. Kalau tidak demikian, kehidupan manusia menjadi rendah derajatnya sama seperti hewan denga sifat kesetiakawanan dan keterikatannya yang timbul dari naluri hewan. Bersama-sama berkelompok dengan perasaan saling menyerang. Menyerang musuh tanda seorang jagoan, patuh secara membabi buta dan mengikuti apa pun yang terjadi. Tidak demikian perilaku nabi. Sahabat-sahabat nabi selalu mengambil bagian dalam kehidupan ruhaninya, dan dalam pemikirannya yang mulia. Dengan demikian, dengan Islam suatu bangsa tidak pernah bisa menjadi alat dari pemimpinnya yang diberi kepatuhan mutlak. Seorang pemimpin juga tidak di dewa-dewakan sedeemikian rupa sehingga ia dianggap tidak pernah salah dan dianggap bebas dari tanggung jawab. Sebaliknya, dalam Islam berlaku peribahasa Arab , ”Pemimpin dari sebuah masyarakat adalah pelayannya.” bayak fakta-fakta sejarah yang bertalian dengan hal tersebut. Akan tetapi, tidak seorang pun yang lebih mengerti ungkapan-ungkapan tersebut dan mempraktekannya dengan baik daripada Muhammad dan Umar. Pada masa pemerintahan Umar pernah terjadi wabah kelaparan di Arab. Umar langsung mananganinya. Mula-mula ia memakai uang simpanannya sendiri, sebelum ia meminta bantuan dari propinsi. Akhirnya, untuk mempermudah transportasi gandup dari mesir, digali sebuah terusan untuk lalu lintas kapal-kapal yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah. Ini memerlukan suatu keterampilan dari pemimpin dan buruh-buruhnya untuk dapat menyelesaikan terusan ini dalam jangka waktu setengah tahun. Umar sendiri ikut memikul karung gandum-gandum di atas punggungnya dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin. Umar juga telah membuat terusan-terusan dalam negerinya yang pada waktu itu mempunyai nilai yang sama dengan jalan kereta api pada waktu sekarang. Rencana untuk menghubungkan Laut Merah menurut pertimbangan strategis tidak dapat dilaksanakan. Sebagaimana pun banyaknya kerajaan-kerajaan Timur, Umar pada malam hari tetap berjala-jalan di ibu kota negara untuk mengamati bangsanya yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara rakyatnya masih tertidur lelap, ia menjaga malam. Pada kesempatan-kesempaan seperti itu ia biasanya tidak dapat dikenali. Pada suatu waktu, ketika ia baru pulang dari salah satu perjalanannya menuju perjalanan berikutnya ke Siria. Ia melihat sebuah tenda di pinggir jalan di sana duduk seorang wanita. Umar bertanya pada wanita itu, “Apakah kamu mengetahui sesuatu tentang Umar?”.”Ya” jawab wanita itu. “Ia sedang dalam perjalanan pulang ke Siria, semoga ia dikutuk oleh Allah! Ia tidak memberi apa-apa pada saya. “Kata-kata ini jelas ada kaitannya dengan pembayaran uang pensiunan bagi orang-orang yang sudah tua. Umar menjawab, “Umar tidak mungkin dapat melihat semua di dalam negeri yang seluas ini”, “Kenapa ia menjadi khalifah jika ia tidak mengetahui keadaan warga negaranya sendiri?” kata wanita itu lagi. Umar pun menangis. Pada suatu malam, Umar seperti biasanya berjalan-jalan ditemani pembantunya. Mereka berpakaian seperti orang sederhana dari warganya. Di saat ia berjalan-jalan itu, tiba-tiba ia mendengar tangisan anak-anak. Waktu ia mendekat, ia melihat satu keluarga yang tidakm lagi mempunyai makanan dalam rumahnya. Anak-anak itu menangis karena kelaparan dan ibu mereka tidak berhasil menyuruh mereka diam. Untuk menghibur mereka, ibu itu menaruh sebuah katel di atas kompor namun isinya hanya batu yang direbus air. Karena sangat terharu, Umar segera pergi ke gudang negara di Madinah. Di sana ia mengambil sekarung tepung dan menyuruh pembantunya untuk menaruhnya di atas punggungnya. Pembantunya menawarkan diri untuk memikul karung itu. Akan tetapi, khalifah berkata, “Di dalam kehidupan ini kamu memang bisa memikul untuk saya, tetapi siapa yang akan memikul beban saya pada hari kiamat?” ia lalu memikul karung itu dan membawanya ke rumah keluarga yang membutuhkannya. Setelah ia memberikan tepung itu kepada keluarga itu, Umat ikut membantu memasak makan malam itu. Anak-anaknya lalu makan. Anak-anak itu merasa makanan itu sangat nikmat dan mereka pun menari-nari. Ibu itu mengucapkan terimakasih kepada orang yang beramal itu. ”Seharusnya andalah yang menjadi khalifah dan bukan Umar. Itulah yang diperbuat Umar pada malam hari. Akan tetapi, pada siang hari pun ia menyediakan waktunya untuk melayani warganya. Si pemimpin menyadari dirinya sebagai pelayan bagi warganya, mempergunakan malam hari dengan menjaga dan mencemaskan warganya, emikirkan mereka yang menderita dan kurang dianugrahi dalam urusan keuangan. Barang siapa yang memiskinkan dirinya padahal sebenarnya mereka dapat hidup dalam kekayaan dan kemewahan maka mereka akan memiliki kebanggaan tersendiri.
6. KESETARAAN DAN PELANGGARAN HUKUM
Selama pemerintahan Umar yang meliputi Arab, Iran, Syria, dan Mesir, Seorang raja dari keturunan Syria dari Ghassanieden, bernama Djabla, menerima Islam. Pada suatu ketika ia berangkat naik haji dengan ucapan penuh kemewahan ke Mekkah, kota suci dari kaum muslim. Ketika beribu-ribu calon haji sedang mengelilingi Ka’bah, seorang peziarah yang orang biasa secara tidak sengaja menginjak jubah raja yang menggelepar. Dengan marah sekali, raja menoleh dan memukul orang itu sehingga giginya copot. Apa yang terjadi kemudian, Umar yang pada waktu itu berlaku sebagai hakim, bercerita seperti ini. “Orang malang itu dating kepada saya dan memohon untuk memperbaiki ketidak adilan. Saya lalu memanggil Djabla dan ketika ia menghadap kepada saya, saya bertanya kepadanya kenapa ia begitu kejam menganiaya sesame muslim sedemikian rupa. Ia menjawab bahwa orang itu telah menghinanya dan ia mempunyai maksud langsung membunuhnya kalau mereka tidak berada di tempat suci. Saya berkata bahwa perkataannya membuat pelanggarannya lebih berat dan ia harus dihukum sebagaimana patutnya, jika orang yang terdzalimi itu tidak memaafkannya. Djabla lalu menjawab,”Saya adalah seorang raja sedangkan ia orang biasa”. Saya katakana,”Raja atau bukan raja anda berdua sama dimata hokum!”. Kemudian raja melarikan diri di kegelapan malam dan lebih memilih menjadi seorang Kristen daripada minta maaf. Dari kejadian bersejarah tersebut jelaslah bahwa dalam Islam raja atau bawahannya, kaya atau miskin, sama dimata hokum. Semua bertanggungjawab atas perbuatannya dan dapat dipanggil oleh pengadilan untuk diminta pertanggungjawaban. Raja sama saja dengan warga yang terendah dan termiskin sekalipun, mudah kena hukuman. Dalam hal ini, Umar juga menunjukan dirinya sebagai murid (pengikut nabi). Nabi pernah mengatakan,”Rakyat yang hidupsebelum kalian menengadah ke lantai apabila seorang anggota dari kaum ningrat mencuri, mereka membiarkannya. Akan tetapi, bila seorang miskin mencuri, mereka menghukumnya. Demi Allah, apabila Fatimah (putrid nabi) mencuri, aku akan memotong tangannya!”. Umar sendiri pada waktu ia memerintah, ia menyita sebidang tanah untuk memperluas masjid. Ini terjadi tanpa izin dari yang punya tanah seorang muslim. Orang yang merasa dirugikan ini mengadu ke pengadilan. Khalifah pun harus menghadap hakim dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sang hakim, yang hanya takut pada Allah dan tidak pada kekusaan siapa pun, mengadili khalifah tanpa mengindahkan pangkatnya. Dan khalifah harus melepaskan niatnya. Politik dan penguasa tunduk pada suara keadilan. Kejadian tersebut juda terjadi pada Sultan Salahudin Al Ayubi (1137-1193 M), yang di dunia barat labih dikenal dengan nama Saladin. Umar Al-Chalati pergi ke kota suci Yerusalem untuk menghadapi persidangan. Ia menyerahkan kepada hakim sebuah memorandum tanda pengenal dan menyuruhkan untuk membacakannya. Hakim bertany kepadanya tentang orang yang ia gugat. Orang itu menjawab,”Sultan” dan menambahkan pembicaraan,”Ini adalah tempat duduk hakim, dan saya dengar anda mengadili tanpa melihat orangnya”.”Wah-wah!” kata hakim,” Anda mendakwa Sultan?”. Orang itu menjawab lagi,”Saya pernah mempunyai seorang budak yang sampai matinya tetap milik saya, namanya Sonkor. Waktu ia meninggal, ia meninggalkan sejumlah uang yang besar yang menjadi milik saya dengan sah. Namun Sultan mengambilnya. Saya berhak untuk memilikinya. Hakim berkomentar,”Mengapa kamu menunggu begitu lama untuk mendakwanya?”. Yang menuntut menjawab,”Orang tidak kehilangan haknya kalau ia menunda untuk membelakukan dakwaannya. Ini aktenya yang membuktikan harta ini milik saya sampai pada matinya”. Hakim membaca suratnya, disana tertulis bahwa penuntutnya membeli budaknya dari seorang pedagang dari Afdjisi di Armenia dan pernah karena satu hal menjadi milik orang lain. Surat itu memang sah. Hakim berkata kepada penuntut,”Tidak pantas untuk mengambil keputusan hukum sementara pihak yang digugat tidak hadir. Saya akan memberitahukan kepada anda apa yang dikatakannya”. Ketika Sultan mendengar tentang tuntutan hokum, Ia berpendapat bahwa itu bodoh sekali dan menanyakan apakah aktenya telah diperiksa dengan teliti. Orang-orang mengatakan kepadanya bahwa aktenya telah dikirim ke Damaskus untuk diperiksa dan hakim telah menambahkan sebuah akte lagi yang berisikan itu. “Baiklah” kata Sultan, “Suruhlah orang itu menghadap Hakim. Saya akan membela diri saya terhadapnya dan menyerahkan diri saya pada peraturan-peraturan hokum.”Waktu Sultan menempatkan dirinya dimuka penuntutnya, ia meminta untuk menjelaskan kasus ini kepadanya. Penuntutnya lalu menjelaskan kasusnya yang kemudian dijawab oleh Sultan,”Sonkor ini adalah budak saya. Ia tetap menjadi milik saya sampai saya membebaskan kembali. Waktu ia meninggal, ahli warisnya mengambil semua harta miliknya”. Penuntutnya bersikeras,”Saya mempunyai sebuah akte yang dapat membuktikan kebenaran dari kasus saya. Apakah tuan berkenan membukanya? Supaya isinya dapat diumumkan.”Hakim lalu membukanya dan menyatakan bahwa penjelasan itu memang benar. Sultan kemudian memohon untuk memberitahukan tanggalpenekanan dari tulisan itu, “Saya mempunyai saksi-saksi yang dapat membuktikan bahwa Sonkor pada tanggal itu adalah milik saya di Kairo. Setahun sebelumnya saya membelinya berikut delapan budak-budak lainnya”. Setelah itu, Sultan menyuruh beberapa dari opsinya untuk dating dan mereka membenarkan bahwa fakta-fakta surat keterangan dari Sultan itu benar. Si penuntut pun menjadi bingung. Contoh-contoh yang sedikit tersebut cukup untuk menunjukan betapa dalamnya dasar persamaan hak bagi semua orang terukir dalam Islam. Kekuatan hokum tidak bergantung pada pemerintah. Keputusan-keputusan sangat kuat dan tidak satu khalifah pun dapat memberikan pada siapa pun yang telah divonis menurut hokum.
7. PEMILIHAN SEORANG KHALIFAH
Khalifah pertama Abu Bakar mempunyai tiga orang putra. Akan tetapi, walaupun setiap dari putranya itu pantas untuk menjadi pengganti bapaknya, ia tetap menganggap bahwa Umar yang paling pantas untuk menduduki tahta kekhalifahan. Namun, pilihan itu baru menjadi pasti setelah ia berunding dulu dengan sahabat-sahabat terkemuka dari Nabi dan mereka menyetujuinya. Sewaktu Umar, khalifah kedua terbaring sekarat karena luka parah di atas tempat tidurnya, ia menunjuk enam orang pengikut Nabi yang terkemuka untuk memilih satu orang yang akan di pilih menjadi khalifah. Ini adalah langkah terbaik pada situasi zaman dahulu yang terjadi pada Umar. Sebab, jika urusan itu diserahkan kepada massa akan mengakibatkan perselisihan dan gangguan keamanan. Keenam orang itu harus memberikan pilihannya dalam jangka waktu tiga hari. Umar meninggal dunia dan dengan kesatuan pendapat telah diputuskan untuk menyrahkan pilihan khlifah ke tangan Abdurahman bin Auf. Orang ini berbicara pada setiap calon secara terpisah dan meminta pendapat mereka. Suara terbanyak jatuh pada Ustman. Namun, Abdurahman bin Auf belum puas dengan semua itu. Pada hari ketiga ia mencoba mendengarkan pendapat dari orang-orang terkemuka diantara penduduk yang dari jauh berkumpul di Mekkah untuk naik haji. Hasil itu pun menunjukkan suara terbanyak untuk Ustman. Pada hari keempat semua orang memberikan sumpah setia kepada khalifah baru. Kekhalifahan didasari atas kepercayaan umum, kehormatan dan kasih sayang umum yang dimenangkan oleh khlaifah-khalifah dengan pengabdian mereka yang lama dan dedikasi mereka dalam hal agama (kepercayaan) dan kemanusiaan.
8. KESATUAN UMAT MANUSIA
Kita sekarang telah mencapai titik yang penting yang merupakan dasar dari Islam demokratis yaitu kesatuan umat manusia. Orang berpendapat bahwa Islam bukanlah agama untuk bangsa tertentu. Islam bukan agama dari darah dan ras, melainkan sebuah agama yang alami dari manusia sebagai warga Negara dunia dan sebagai makhluk rohaniah (Q.S 30 :30). Agama yang memiliki persamaan prinsip dan nilai sebagai suatu bagian dari suku bangsa manusia.Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa hanya ada satu Allah dan bahwa manusia dibentuk sebagai satu kesatuan (Q.S 2 : 213 ; 10 : 19). Setiap orang menganggap dirinya sebagai ciptaaan Allah, diciptakan untuk mengabdi kepada Allah dan sebagai warga Negara dunia (Q.S. 29 : 56 ; 4 : 97). Setiap orang dapat meninggalkan tempat tinggalnya dan menetap ditempat lain di dunia ini. Akan tetapi, tidak seorangpun dapat berhenti menjadi manusia, yaitu kesatuan jiwa dan raga (Q.S 32 : 9). Dimana pun ia berada dam dalam keadaan apapun, ia tetap akan menjadi makhluk seperti semula. Allah telah menciptakan kita sebagai manusia, sebelum kita menjadi warga Negara dari negeri ini atau negeri itu. Al Qur’an mangajarkan kepada kita untuk tidak memiliki pandangan dunia menurut hidup dan sifat kehewanan yang terdapat dalam diri kita, darah dan ras, dalam arti menguasai segalanya yang membentuk criteria kelebihan dan kekurangan sifat-sifat manusia. Al Qur’an mengajarkan sebuah pandangan dunia menurut jiwa kesetiakawanan yang dimiliki semua manusia. Kesatuan dan kebesaran manusia harus dinilai menurut satu criteria yaitu kualitas dari kesadaran manusia akan tugas dan pelaksanaan tugasnya (Q.S 49 :13). Pada suatu hari, ketika Nabi berada di antara sahabat-sahabatnya sebuah arak-arakan jenazah lewat. Beliau langsung menghentikan pembicaraannya dan langsung berdiri dengan hormat. Setelah arak-arakan itu berlalu, bertanyalah salah satu dari sahabat-sahabatnya. “Kenapa anda berdiri? Tidak tahukah anda bahwa itu cuma mayat seorang yahudi yang terbaring disitu?”. Nabi menjawab,”Itu saya tahu, tetapi bukanlah orang yahudi juga seorang manusia yang tinggal diatas bumi Allah ini? Bukanlah Ia juga mempunyai jiwa tidak dapat mati, yang akan hidup untuk selama-lamanya ditempat yang telah disediakan baginya?. Biarlah hidup dan nasib orang Yahudi itu menjadi pelajaran bagi kita, seperti ia pernah hidup, begitupun, kita hidup sekarang ini dan nanti kita akan dating waktunya kita pun harus mati dan menjadi kaku seperti orang Yahudi yang terbaring di atas usungan jenazah itu”. Pantaslah bagi kita sebagai manusia lemah untuk tidak menghina orang Yahudi (Q.S 6 :108). Tergantung pada kebijakan Allah untuk mengadili mereka (Q.S 2 : 193 ; 8 : 39 ; 39 :3). Pantas bagi kita untuk melewati jalan yang telah ditentukan oleh Allah,. Janganlah mengadili, setialah pada dirimu sendiri dan biarkan orang Kristen dan Yahudi di bawah kekuasaan Allah yang meliputi semuanya (Q.S 6 : 148 ; 3 : 127 ; 59 : 18,19). Semua bangsa dan semua ras menurut Islam adalah bangsa yang dicintai Allah. Semua bangsa dapat menikmati pemberkahan Allah yang sama. Semua memiliki kemampuan berfikir dan mempunyai hati. Semua dilengkapi dengan alat-alat pertolongan yang sama untuk perkembangan jiwa dan raganya. Penggunaan dari pada daya-daya dan kemampuan-kemampuan tersebut secara tepat memberikan suatu imbalan. Ini berlaku untuk semua bidang kemanusiaan tanpa membedakan antara ras, darah atau kebangsaan. Bukankah matahari bersinar untuk semua orang?bukankah semua nafas di dalam udara-Nya? Bukankah sejarah menunjukan bahwa mereka yang dianggap bangsa yang terbelakang pun suatu saat akan berada di ujung kebudayaan. Apakah ada dibumi ini suatu negeri, suatu bangsa atau suatu ras yang dapat dengan jujur berbangga hati menjadi pensipta satu-satunya kebudayaan dan mengumumkan dari atap bahwa perkembangan berasal dari Negara-negara atau bangsa-bangsa terdekat?bukankah banyak kemajuan atau paling tidak mengubah dan kombinasi dari elemen-elemen yang berbeda dari kebudayaan-kebudayaan lain? Pernahkan ada sebuah kebudayaan terisolir? Bukankah ini semua menunjukan bahwa manusia hanya membentuk satu keluarga yang mewarisi barang-barang penting? Bukankah Allah mengirimkan Nabi kepada setiap bangsa untuk menaikkan derajat mereka secara moral dan spiritual?(Q.S 10:47;13:7;22:67;5:48). Maka dari itu, Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa semua Nabi merupakan satu kelompok (Q.S 21:92;23:51,52). Semua manusia merupakan satu bangsa (Q.S. 2:4;2:136;2:85;4:152). Dengan cara inilah, Nabi Muhammad mencoba untuk mendirikan persaudaraan umum dari manusia. Ide persaudaraan manusiawi ini memberikan kesan yang begitu mendalam bagi orang muslim. Satu diantara pengarang-pangarang mereka menulis sebuah sajak (syair) yang berarti bahwa beberapa bagian dari umat manusia berhubungan sejajar satu sama lainnya sebagai anggota-anggota dari satu badan sedemikian rupa sehingga andaikan satu dari mereka cedera yang lain juga merasakannya. Atas dasar inilah, nabi mengatakan pada salah satu kesempatan, “Orang-orang nonmusalim mempunyai hak-hak dan tanggung jawab yang sama seperti kita. Jadi kita sama”. Yang selanjutnya perlu diketahui adalah pidato Nabi Muhammag, yaitu pidatonya yang terakhir ia wafat, ia berkata,”Sekarang saya menginjak-injak segala perbedaan dari zaman kafir di bawah kaki saya. Orang-orang Arab tidak diutamakan atas yang bukan Arab, begitu juga yang berkulit putih atas hitam. Satu-satunya criteria yang diutamakan adalah kesolehan dan pengabdian” dan selanjutnya “Bila sekarang budak berkulit hitam di angkat untuk memerintah anda, dengarkanlah dia dan patuhlah kepadanya”. Kesatuan umumnya dari makhluk Allah yang diumumkan oleh Muhammad, bukan suatu pertahanan filosofi maupun pertahanan ilmu pasti. Itu merupakan berita social yang akbar. Hal itu juga sebuah berita pembebasan spiritual sebagai suatu kebenaran spiritual. Satu Allah bagi dia sama dengan satu Allah yang umum, Rabbul’alamin, sang pencipta, pemelihara kehidupan,manusia supaya mereka dapat mencapai keinginannya. Dengan kata lain, itu adalah berita untuk persamaan bagi semua, tanpa mengindahkan ras, kebangsaaan, kelamin, warna kulit, atau kepercayaan. Tidak ada satu indivisu pun menurut pengertian ini mempunyai hak mutlak atas pencapaian keinginan manusiawi. Itu adalah cakupan pandangan hidup kamum muslimin. Ia mencakup semua agama, semua Nabi, semua ras, semua bangsa, semua warna, dan semua kultur dari segala zaman,
9. KEANGKUHAN RAS DAN KEBENCIAN RAS
Orang harusnya memperhatikan bahwa Islam bukannya tidak bersatu atau tidak mau bersatu dengan agama yang tidak dikenalnya. Islam adalah sebuah agama dari kehidupan praktis yang mengatur setiap situasi dalam kehidupan kewarganegaraan. Islam menginginkan setiap muslim supaya mencapai tujuan hidupnya. Nabi Muhammad menyimpulkan semuanya,”Penuhilah dirimu dengan sifat-sifat ketuhanan”,”Percayalah kepada Allah, tetapi ikatlah untamu”.”Atau sebagaimana peribahawa Persia,”Tangan pada pekerjaan , tetapi hati pada Allah”agama seperti itu tentu saja manfaatnya dapat berkembang sepenuhnya apabila menemukan peluang yang luas untuk penerapan yang praktis. Ia juga akan dapat menonjolkan kebenaran sesungguhnya dengan gemilang, apabila prinsip diatas dapat diwujudkan dengan cakupan lebih banyak. Islam pasti tidak akan menangani idealisme yang tidak subur, tidak kukuh tanpa perjanjian, dan bergantung di udara. Tidak, Islam menetapkan norma-norma praktis, mengatur kehidupan social dari kehidupan terkecil sampai pada urusan Negara yang terbesar. Kembali pada dasar, manusia sebenarnya membentuk satu kesatuan. Hal tersebut menjadi dasar atau tali pengukur kepada kaum muslimin dalam berinteraksi dengan anggota dari ras lain atau bangsa lain dan penganut agama-agama lain. Perasaan rasial sama dengan perasaan nasional dan perasaan religius, merupakan suatu emosi yang alami, yang timbul sebagai tali kesatuan dan kesetiakawanan. Islam tidak mungkin membunuh emosi ini. Islam mengaturnya dan membimbingnya dengan cara yang praktis, menempatkannya pada perasaan yang lebih tinggi, dan menggairahkan bagian-bagian yang berlawanan secara harmonis.. “O, wahai manusia!Memang betul kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal satu sama lainnya”.(Q.S 49:13)”. Memang benar, yang besar diantara kamu di mata Allah adalah mereka yang menjaga tugasnya terhadap Allah dan ciptaannya dengan baik.”(Q.S 49:13). Dengan kata lian, perasaan rasial dari kehidupan berkeluarga dan pada mulanya merupakan sebuah perluasan dan emosi cinta alami kepada keluagra. Perasaan tersebut merupakan sesuatu yang bagus apabila ada tali persatuan antar individu-individu dan sampai pada tujuan-tujuan identifikasi. Akan tetapi, tidak ada gunanya apabila digunakan sebagai tanda kebesaran atau rasa superiotas dari manusi. Sesungguhnya tak satu pun dari kesatuan social itu menurut Islam semata-mata untuk superiotas seseorang atas orang lain. Kehormatan dan kebebasan tidak ditentukan oleh atau pun asal usul Negara. Hal itu terdapat pada rasa tanggungjawab yang tinggi dalam mengabdi pada kemanusiaan. Kebaikan yang luar biasa dalam diri manusia tidak mungkin bersifat kebetulan atau diwarisi. Itu harus di dapat melalui perjuangan yang gigih dengan cara mengabdi kepada semua manusia.”Apakah anda sayang apa penciptamu?” Tanya Muhammad,”Sayangilah sesamamu dulu”,”Siapa yang paling diistimewakan oleh Allah”.Ia adalah orang yang memberikan kebaikan kepada ciptaan-Nya”. Pendek kata, Qur’an mengajarkan sebuah kepercayaan bahwa manusia merupakan makhluk rohani dan memiliki tanggung jawab terhadap Allah. Bentuk tanggung jawab itu bukan saja menjalankan sholat melainkan juga memiliki tugas-tugas social kepada sesame manusia yang harus dilaksanakan. Jauh dari rasa superioritas akan rasnya sendiri, nafsu-nafsu hewani yang menguasai jiwa, dan membanggakan pendewaan kepada manusia. Islam dalam arti kata-kata Muhammad adalah Penghormatan tertinggi kepada Allah dan kasih sayang yang dalam terhadap ciptaan-Nya”. Umat manusis selebihnya dibagi-bagi dalan kelompok-kelompok yang lebih kecil atau besar atas dasar bahas, warna kulit, dan penampilan. Kelihatannya mereka merupakan ras yang berbeda-beda padahal sebenarnya mereka merupakan ras yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat membuat mereka bermusuhan apabila berhadapan satu sama lain karena masing-masing bangga dengan dirinya atau miliknya sendiri-sendiri. Buku hukuk Muhammad, Al Qur’an juga membenarkan pembagian-pembagian ini dan mengajarkan kepada umatnya satu rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan bahasa dan warna dengan cara menyatakannya sebagai tanda-tanda kebesaran Allah. “Dan sati dari tanda-tanda-Nya adalah diciptakannya langit dan bumi serta perbedaan-perbedaan bahasa dan warna. Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang benar untuk kaum terpelajar.”(Q.S 30:22).Hal ini berarti bahwa prestasi rohani dari manusia ada dalam pengakuannya terhadap ke-Esaan Allah atau ciptaan-Nya. Perbedaan besar dari bahasa-bahasa dan warna-warna merupakan tanda-tanda suci dari Allah dan berusaha menghargai keindahan perbedaan-perbedaan tersebut, membuka jalan untuk merealisasikan rencana Allah yang meliputi seluruh jagat. Jika kita jadi makhluk rohani dan tidak mengutamakan kemewahan, tugas kitalah untuk menemukan hati manusia yang berdetak dibelakang perbedaan warga dan bahasa. Penghormatan tersebut dengan sendirinya mengarahkan orang kepada penghormatan pada manusia. Sebenarnya Qur’an mengabaikan perbedaan-perbedaan itu. Satu-satunya dasar bagi manusia supaya dihargai dan dihormati adalah rasa tanggungjawab dan pengabiannya. Sejarah telah membuktikan bahwa Muhammad bukan hanya pencetus dasar Islam demokratis ini, melainkan juga mendorong pengikut-pengikutnya untuk mempraktekannya dalam urusan sehari-hari. Salah satu contoh, para wakil Roma Katolik yang berjumlah tujuh puluh orang disediakan tempat tinggal dalam mesjid nabi dan mereka diperbolehkan melakukan upacara agama mereka sendiri. Dalam sebuah masyarakat Arab murni tanpa kaum Qurais yang sangat bangga dengan kehebatan bahasanya seorang budak dari nabi telah dibebaskan. Bilal namanya, mendapat hak istimewa untuk mengumandangkan adzan lima kali sehari, memenggil umat Islam untuk sembahyang. Cinta kasih antar orang ini dengan nabi di dalam dunia Islam sangat terkenal (diketahui umum). Bila disebut nama “Bilal” bagi jiwa seorang muslim dapat membangkitkan rasa kesucian spiritual yang tinggi, yang telah di dapat oleh seorang ber-ras kulit hitam. Nabi Muhammad telah menulis sebagai contoh, sebuah aturan prilaku yang membuang segala perasaan angkuh dan sombong yang timbul dari kesadaran sendiri dan kelompok yang didasari atas ras, warna kulit, bahasa, ataupu kepercayaan. Kita semua mengetahui bahwa kelemahan sifat manusia yang alami ialah menertawakan atau memandang rendah pada seorang yang berkebangsaan atau berkebudayaan lain. Seakan-akan orang asing itu seekor hewan yang aneh. Membicarakan hal itu di depan orang asing bisa saja dipandang tidak sopan. Akan tetapi, dimana-mana terdapat kebiasaan untuk melakukan hal itu pada waktu berkumpul. Nabi Muhammad ingin membersihkan masyarakat dari kebiasaan buruk itu dan membuang jauh-jauh perasaan antisocial yang dalam Islam demokratis dapat menggagalkan smua jalinan hubungan internasional. “Hai para jama’ah, jangan sampai kaum laki-laki menertawakan kaum laki-laki lain barangkali mereka (orang yang disebut terakhir) lebih baik dari mereka (yang disebut lebih dulu). Dan jangan pula kaum wanita menertawakan kaum wanila lain, barangkali mereka lebih baik dari mereka sendiri. Dan janganlah saling bicara buruk satu sama lain, barangkali mereka lebih baik dari mereka sendiri. Dan jangan memanggil satu sama lain dengan nama-nama ejekan. Kejahatan adalah hal buruk dalam agama dan mereka yang tidak menyesal atas kesalahan adalah manusia yang tidak benar”(Q.S 49:11).
10. KEKELUARGAAN UMAT MANUSIA
Islam menetapkan untuk mempersatukan bangsa-bangsa yang tinggal di Negara-negara yang berbeda menjadi satu kelompok persaudaraan. “Hai manusia!Berlakulah hati-hati (cermat) pada kewajibanmu terhadap Allah yang menciptakan seorang dan yang lainnya dari jenis yang serupa dan dari kedua orang tersebut menyebat menjadu banyak laki-laki dan perempuan. Berlakulah cermat pada kewajibanmu kepada Allah. Kalian punya kewajiban satu sama lain dan jagalah (peliharalah) pertalian-pertalian keluarga, Allah pasti menjaga anda”(Q.S 4 :1). Kalimat-kalimat diatas mencakup seluruh umat manusia sebagai anggota dari satu badan menjadi satu. Pertalian tentang kemanusiaan ini berlawanan dengan jiwa yang picik dari rasionalisme dan nasionalisme yang eksklusif. Hal itu sebuah pengaruh yang menarik yang mempersatukan manusia dari berbagai ras dan kebangsaan. Nabi Muhammad telah mempraktekannya. Beginilah nabi bersabda kepada tentaranya,”Apabila kalian merampas Mesir, berlakulah ramah terhadap orang-orangnya karena kami merupakan satu suku (keturunan) menurut Habar, ibu segala ibu.”Setelah wafatnya nabi, Amir bin Ash merampas Mesir. Dia memperlakukan orang-orang mesir benar-benar menurut kata-kata nabi Muhammad dan memperlakukan mereka dengan keramah tamahan yang luar biasa. Untuk mendapatkan labih banyak informasi luar biasa orang dapat memperolehnya dari sejarah dunia. Seorang Kristen dari Mesir begitu pula orang-orang Yahudi di Yemen diperlakukan dengan baik. Nabi Muhammad mengangkat Muad bin Djabal menjadi Gubernur Yaman dan Abu Misa menjadi hakim disana. Kepada kedua pegawainya secara tegas ia memberitahu mereka untuk memperlakukan orang-orang Yaman dengan ramah dan bukan rasa benci. Penghasilan mereka tidal boleh diambil dengan cara menaikkan pajak. “Ingatlah kepada Allah dan janganlah merepotkan diri anda,”ia bersabda. Begitu pula khlifah Umar berbuat terhadap orang-orang Yahudi di Palestina, di yerusalem, seorang Imam Kristen menawarkan kepada Umar untuk menjalankan Sholat di Gereja Pemberontakan. Ia mengucapkan terima kasih dan menolak tawaran ini secara halus. Umar takut, jika setelah ia pergi dari sana, orang-orang Islam akan memperingati sembahyangnya disana dan akan merubah gereja menjadi mesjid. Ia juga ingin mencegah orang-orang Yahudi menjadi kehilangan gerejanya. Maka dari itu, ia memilih untuk melakukan sholatnya di udara terbuka dan skalian menyelamatkan gereja itu. Sebagai peringatan akan kejadian ini, orang-orang mendirikan sebuah mesjid Yerusalem yang dinamakan “Mesjid Umar” yang sampai sekarang masih ada. Rakyat nonmuslim dan muslim di dalam sebuah Negara Islam menurut hokum haknya sama. Khalifah Ali bekata,”Darah mereka sama dengan darah kita”.
11.KEADILAN
Penghormatan kepada manusia sebagai makhluk susila dan rohani (Q.S 15 :29,30 ; 26:7 ; 95 :4,5) berarti bahwa dalam Islam demokrasi sangat dijunjung tinggi. Keadilan melarang orang muslim membeda-bedakan antara yang percaya dan yang tidak percaya dan membiarkan pendapat mereka menjadi kabur. Sebuah contoh menunjukan sikap keadilan. Seorang muslim yang bernama Turna secara tidak sah mengambil sebuah senjata dan menyembunyikannya di dalam rumah seorang Yahudi. Supaya perbuatan itu diketahui dan orang yahudi dihukum. Akhirnya, perbuatan itu ketahuan juga dan harus dibawa ke Nabi Muhammad. Oranh yahudi dinyatakan bebas dan tentara muslim dihukum. “janganlah kebencianmu pada suatu kaum menjadi pemicu untuk melanggar batas dan bantulah satu sama lain dalam melakukan hal-hal baik dan taqwa dan bantulah satu sama lain untuk tidak jauh ke dalam dosa dan permusuhan dan berhati-hatilah dalam menjalankan kewajiban kepada Allah.” (Q.S 2: ;4 :135 ; 5:8) Pada zaman kehidupan Nabi Muhammad pun, kebencian ras sudah ada. Pola berfikir orang-orang Arab dulu dikuasai oleh pikiran keunggulan yang menganggap satu suku berada si atas duku lainnya. Suku yang kuat menganggap bahwa mereka lebih tinggi dari suku yang lemah. Mereka mempergunakan hak terkuat dan menzalimi yang lemah. Apabila seorang budak dari suku yang kuat dibunuh, mereka mengambil seorang budak dari suku yang lemah dan membunuhnya juga. Akan tetapi, jika seorang budak yang lemah dibunuh, pembunuhan itu tidak dibalas. Nabi Muhammad segera menghentikan keadaan yang biadab dan memberlakukan hokum yang keterlaluan itu. Beliau menciptakan persamaan hak secara keseluruhan dan membuat undang-undang yang mana satu kejahatan tidak dibiarkan tanpa hukuman. Beliau juga mengetahui titik kritis dimana perasaan adil menyesatkan dia dari keadilan. Bagaimanapun itu hanya pertimbangan-pertimbangan untung rugi bagi dririnya, saudara sedarahnya, bangsanya, dan rasnya sendiri, yang bisa menghalangi suara keadilannya di dengar. Dari begitu banyak urusan internasional, kedua kasus di bawah ini pantas mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, pasti dapat juga diterapkan pada hal-hal internasional pada masa kiki. “hai umat yang percaya! Berpegangan teguhlah pada keadilan dan jadilah saksi-saksi jujur untul Allah, meskipun untuk dirimu maupun orang tuamu atau pun keturunanmu, walaupun itu urusan orang kaya atau pun urusan orang miskin. Allah itu lebih melindungi mereka dari pada kamu. Maka dari itu, janganlah menuruti hawa nafsumu supaya kamu tidak menyimpang dari keadilan. Dan jika kamu memutar balikan kebenaran atau menyimpan g dari pada itu, Allah akan tahu perbuatanmu.”(Q.S 4:135). “Jika dari dua partai umat berselisih, maka damaikanlah mereka! Akan tetapi, apabil salah satu dari mereka tidak berlaku adil pada yang lain,Lawanlah dia yang berlaku tidak adil itu sampai ia tunduk pada perintah Allah. Dan apabila ia telah melakukan itu, damaikanlah mereka berdua dengan adil dan lakukanlah itu tanpa memihak. Allah sayang pada mereka yang melakukan sesuatu tanpa berpihak. Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang melakukan sesuatu tanpa berpihak. Sesungguhnya Allah mengasihi ornag-orang yang adil. (Q.S 49 : 9,10). Apabila suatu kelompok memperlakukan orang lain dengan tidak adil karena perasaan superioritasnya, mereka telah berbuat dosa yang besar sekali (yang tidak dapat dimaafkan).
12. MENENTANG KEKERASAN
Timbul dari rasa keadilan, Nabi Muhammad muak dengan setiap perbuatan agresi atau kekerasan. Sebelum Muhammad menjadi Nabi, kehidupan di Negeri Arab sangat tidak pasti. Orang-orang asing yang datang ke Mekkah dihina dan dirampok pada siang hari. Kebiasaan ini menimbulkan kasihan pada diri Nabi Muhammad. Ia kemudian mendirikan suatu organisasi yang akan dapat menghentikan banyak perbuatan jahat. Organisasi ini diberi nama Hiful Fazil dan berpusat di dalam rumah Abdullah bin Djud’am, seorang yang terpandang dan mempunyai posisi yang tinggi. Anggota-anggota mempunyai prisnip (melatih dirinya) untuk tidak membiarkan berlakunya ketidakadilan atau penekanan baik terhadap penduduk Mekah ataupun orang asing. Semua orang menikmati pertolongannya dan si penindas mendapat hukuman yang setimpal. Muhammad berpendapat tentang organisasi, “saya menjadi anggota dari Hiful Fazil yang diadakan di rumah Abdullah bin Dju’am. Saya akan tetap setia pada orde ini, saya bahkan akan melindunginya walaupun orang menawarkan mata-mata yang bagus-bagus dan bermuatan harta dari seluruh negeri arab untuk mempengaruhi saya agar mau menjatuhkannya. “Dan ia mengingkari (melanggar) perjanjian-perjanjian yang telah di buat sebelum agama ini diperlulas. Bahkan sebaliknya ia akan dipertahankan lebih ketat lagi dari semula. Memang benar, ia juga berperang melawan orang-orang nonmuslim. Akan tetapi, ia melakukan itu hanya untuk membela diri dan terpaksa. Jadi, sesuatu yang tidak dapat dihindari dan sangat disayangkan karena perang-perang itu dipaksakan atas dirinya. Sejarah telah membuktikan bahwa tujuan dari agama adalah kedamaian, sesuai dengan nama “Islam” yang telah dikayakan.Islam tidak pernah mencoba mencapai pengukuhan Islam yang baik dengan cara kekerasan. Sebaliknya, Islam punya ketentuan untuk membiarkan atau membebaskan orang dalam memilih agamanya dan tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam. (Q.S 2:256 ;10 99 ;17:107 ; 18 :29 ;76 :29 ;6 :105).
13. MENGHORMATI PERJANJIAN
Perjanjian-perjanjian pada masa kini dibuat untuk dilanggar. Dengan kata lain, pelanggaran perjanjian lebih dihargai apabila ditepati. Perjanjian-perjanjian hanya mengikat apabila suatu bangsa merasa tidak cukup kuat untuk membuangnya ke dalam tong sampah sebagai secarik kertas yang tidak berguna. Akan tetapi, begitu ia mengumpulkan cukup kekuatan untuk menyerang orang lain dan untuk mengeksplorasinya, maka persetujuan-persetujuan yang telah disepakati akan diingkarinya. Suatu kejadian dalam kehidupan Nabi Muhammad cukup untuk menunjukan apa artinya perjanjian bagi orang-orang musli. Pada perjanjian perdamaian Hudaibiya yang dibuat antar masyarakat muslim yang besar dengan kaum kafir Qurais. Telah ditentukan bahwa kaum muslim yang tinggal diantara penyembah-penyembah dewa-dewa, tidak diperbolehkan meninggalkan kota. Apabila kaum kafir ka luar dari Mekah dan melarikan diri ke Madinah untuk bergabung dengan Muhammad dan teman-temannya, Nabi Muhammad harus mengirimkan kembali orang-orang itu ke Mekah. Jika ada seorang yang tidak setia pada Islam dan menjadi Kafir, orang-orang itu tidak wajib untuk mengirimnya ke Madinah. Setelah diadakan perdamaian, berkisahlah seorang yang bernama Abu Djandal yang melarikan diri dari Mekah, ia telah dianiaya oleh penyembah-penyembah dewa karena menganut agama Islam. Setibanya di tempat Nabi, membuka bajunyaa untuk menunjukan luka-lukanya kepada kaum muslimin. Dengan memohon amat sangat, ia meminta perlindungan dan penyelamatan dari mereka. Para sahabat yang melihat itu sangat terpukul. Akan tetapi, yang paling terpukul adalah nabi sendiri. Tapi nabi tetap bertindak dengan pasti. Permintaan kaum muslimin untuk melindungi Abu Djandal dapat melecehkan perjanjian. Permintaan itu pun ditolak nabi. Mereka harus menepati perjanjian, apapun yang akan terjadi. Walaupun nabi sendiri sangat sedih dan gugup , ia tetap meyakinkan sahabat-sahabatnya bahwa kewajiban-kewajiban yang telah diterima dengan sukarela dalam keadaan apa pun harus dijalankan. Dengan demikian, keinginan dari orang muslim tadi tetap tidak terpenuhi. “Hai orang yang beriman jalankanlah semua kewajibanmu!” begitulah tertulis dalam ayat-ayat Al Qur’an dan dengan memperhatikan perintah Al Qur’an telah terbukti bahwa persetujuan perdamaian yang seolah-olah menghina itu ternyata merupakan suatu kemenangan yang gemilang bagi kaum muslimin. Sebaliknya, tertulis perintah dengan jelas, “Dan apabila mereka mengingkari sumpah-sumpah setelah menyetujuinya dan menghina agamamu, lawanlah pemimpin-pemimpin dari mereka supaya mereka berhenti. Sumpah-sumpah mereka tidak berarti. Apakah kamu tidak akan melawan sautu bangsa yang telah menyerang kamu lebih dulu, apakah kamu takut? Allah lebih pantas dihormati apabila kamu takut akan Dia, apabila kamu orang beriman. Lawanlah mereka! Allah akan menghukun (mendera0 mereka dengan tangan kamu dan akan mempermalukan mereka dan dia akan mendampingi kamu dalam melawan dan akan meringankan hati dari suatu bangsa.
14. DEMOKRASI YANG DIJIWAI
Pada akhirnya harus diperhatikan bahwa orang Islam tidak berpendapat bahwa Islam demokrasi adalah hak suara pemerintah dari suatu bangsa oleh suatu bangsa dan hanya untuk satu bangsa. Itu tidak cukup. Kita dijiwai oleh keyakikan dari fakta bahwa kita sebagai makhluk rohaniah, sederajat, dan hanya dapat berkembang dengan cara melayani sesame manusia. Ada yang lebih dari itu?Apabila itu tidak diterapkan pada kehidupan sehari-hari, maka itu hanya akan menjadi suatu keinginan atau suatu ungkapan kosong yang cocok untuk dipajang di dinding sebagai hiasan. Janganlah kita lupa bahwa kelakuan di luar hanya sebuah pantulan dari sifat kita (dari dalam) dan bahwa kebiasaan-kebiasaan social dan.Hubungan –hubungan ditentukan oleh keadaan perasaan dan emosi kita. Kita juga jangan lupa bahwa debu sifatnya tidak sama. Kita tidak dapat mangambil atau menghancurkan debu yang tidak sama atau berbeda dari dunia ini apa pun upaya kita untuk melakukannya. Jika kita bicara soal lain dari ciptaan, kita tidak bisa menyangka bahwa dua orang bisa merasakan hal yang sama, bisa berfikir dan berlaku yang sama. Jadi, tidak mungkin untuk mempersatukan atau menyamakan orang yang berbeda. Sebenarnya dorongan untuk kesatuan, persamaan, atau persaudaraan tidak termasuk dalam golongan untuk mendapatkan kepuasannya di dalam lingkungan debu (manusia meninggal menjadi debu). Oleh karena itu, program aksi Al Qur’an dimulai dengan latihan spiritual, disiplin, dan kemudian jiwa manusia. Lalu apa yang dilakukan Islam untuk mewujudkan idealisme persatuan umat manusia, persamaan, dan persaudaraan agar menjadi bagian yang sesungguhnya dalam kehidupan seorang muslim? Apa yang dilakukan untuk mencegah adnya pertemtangan antara teori dan praktek, antara idealisme dan kenyataan? Islam menciptkan di dalam diri umatnya yang beriman tempat utama, yaitu suatu keadaan hati nurani yang dimasuki ajaran berulangkali tentang persatuan umat manusia, persamaan, dan persaudaraan. Dengan menghapus status iman dan raja, Islam membuat manusia bebas total dan menjadikannya tuan dari nasibnya, baik dalam bidang badanian maupun dalam bidang rohaniah. Niali daripada jiwa dan harga diri seorang individual ditempatkan di lantai depan. (Q.S 79:40 ;91:9-10 ; 17:70 ; 96:3,4). Kebesaran spiritual, kesalihan dan kejujuran yang terpancar dari perbuatan baik, diangkat menjadi satu-satunya criteria dari anggapan manusia. Dengan demikian, hal itu dapat memusnahkan segala perbedaan-perbedaan ras, warna kulit, Negara, dan status. Al Qur’an menerangkan lebih lanjut bahwa kaya dan miskin, tinggi dan rendah sama di mata Allah karena mereka diciptakan dari mahkluk yang sama. Islam selanjutnya masih mempunyai undang-undang mengenai produksi dan distribusi, undang-undang agrarian dan komersial yang semuanya menetukan arah untuk menciptakan dunia social yang ideal (Q.S 6:99). Akan tetapi, segalanya dimulai dengan pengaturan, pendisiplinan, dan pemuliaan, impuld-impuls, dan instring-insting spiritual. Hal ini terjadi dengan cara-cara spiritual dan semuanya telah diperhitungkan untuk mensosialisasikan emosi manusia secara efisien, yaitu: sholat bersama lima kali di mesjid atau dilapangan terbuka, dimana tidak sedikitpun dibuat perbedaan antara tinggi dan rendah, miskin dan kaya,;berpuasa setahun sekali selama 30 hari yang sedikit dialami orang kaya dan dialami kaum miskin; zakat atau pajak; dan yang terakhir rapat tahunan orang-orang muslim dari semua bangsa, ras, warna kulit, dan Negara-negara dari seluruh berkumpul di Mekah. Bukan saja permulaan persamaan dan persaudaraan muslim yang diperhatikan secara ketat, semua umat dituntut berada pada persamaan ekonomi yang absolute tanpa kecuali dari yang terkaya sampai yang termiskin, dari raja sampai hamba yang paling rendah. Pada kesempatan itu, semua berkewajiban menghapus jejak perbedaan dalam arti “pakaian”. Dengan berpakaian hanya dengan dua potong kain putih, mereka berkumpul keliling rumah suci Ka’bah. Sementara mengelilingi Ka’bah, mereka memanggil seperti keluar dari stu mulut ‘labbaik Allauhan labia!,. disini saya untuk mengabdi padaMu, O Allah disinilah saya ada untuk mengabdi padaMu! Begitulah kaum muslim memiliki sebuah pandangan kosmopolis luas yang tidak tertandingi dalam kehidupan,dan memiliki metoda-metoda untuk mempraktekan pandangan universal itu membuatnya menjadi satu-satunya bangsa spirituak demokratis di dunia.
great job i will take some time to read it and we should meet again to talk about it. i have some interesting muslim democracy scholars to talk to you about
Menurut saya, tidak ada satu negara pun yang betul-betul murni demokrasi.
Menurut saya, demokrasi itu adalah ajaran kufur, sebab demokrasi adalah sebuah nama dari suatu sistem yang berprinsip “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Penggagasnyaadalah JJ Rosseou. Ini sama dengan komunisme diajarkan oleh karl Marx.
tentang hubungan antara Islam dan demokrasi saling bertentangan, sudah saya posting di blog saya.
tentang kebathilan anggapan adanya demokrasi islam, juga sudah ada. bagi yg mau baca silakan berkunjung ke blog saya.
abahzacky.wordpress.com
GOLPUT IS THE BEST
Mengapa harus golput?
1. Tidak boleh semajelis dengan kaum kuffar (QS 4:140)
2. Tidak boleh bermusyawarah dengan yang tidak seidiologi islam (QS 42;38, 3;159)
3. Tidak boleh mengikuti / memilih kepemimpinan yang kufur (QS 5:55, 5:50, 9:23, 60:1)
4. Harus mencontoh rasulullah (QS 33:21), sementara rasulullah tidak mencontohkan masuk berparlemen dalam darun nadwah Quraisy
5. Harus berbarao’ah (berlepas diri) dari sistem kuffur (60:4)
6. Tidak boleh Ta’awun dalam ismun dan udwan
7. Tidak boleh tasyabbuh pada kaum kuffar
Demokrasi merupakan sebuah metode untuk menata dan mengatur masyarakat. Penghormatan terhadap suara mayoritas dan kebebasan pribadi dan warga masyarakat dan sebagainya merupakan tipologi nyata demokrasi.
Kendati tidak terdapat keniscayaan antara mayoritas (aktsariyyah) dan kebenaran (haqqaniyah), akan tetapi suara mayoritas atau akseptabilitas dapat menjadi bekal dan modal utama bagi terbentuknya sebuah pemerintahan. Dalam perspektif Islam, selama masyarakat dan suara mayoritas tidak menerima sebuah pemerintahan maka secara praktis tidak akan terbentuk sebuah pemerintahan.
Dalam pandangan Islam, masyarakat memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan dalam pemerintahan Islam mereka dapat menghirup udara kebebasan personal dan sosial.
Akan tetapi Islam, tidak menerima sebagian wacana demokrasi yang dikembangkan oleh Barat. Dalam Islam, apabila suara mayoritas bertentangan dengan kehormatan dan kemuliaan (karâmah) manusia maka suara mayoritas tersebut tidak bernilai apa pun dan juga tidak memiliki legalitas dalam pandangan Islam. Banyak wacana lain demokrasi lebih baik dan menawan dipraktikkan dalam Islam ketimbang apa yang dijalankan Barat. Dengan kata lain, agama dan demokrasi tidak bertentangan secara keseluruhan juga tidak sejalan secara keseluruhan. Pada hakikatnya apa yang diterima Islam adalah demokrasi agamis.
Thanks,ini membuka wawasan saya..
Demokrasi itu sebuah system, jd bukan a norma yg baku. Jadi demokrasi plus kata lain yg mendampinginya seperti Islam , terpimpin, liberal dst. akan menjadi spesifik