Grupuk-Lombok.
Dasar seorang pengusaha, Jusuf Kalla-wakil Presiden kita, dalam pidato sambutan penutupan pada Rakernas Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), di Jakarta baru-baru ini, mengatakan; “ kita tahu ada sebagian orang yang berteriak-teriak karena harga minyak goreng naik, tapi dibalik itu ada sekelompok orang yang justru bersukaria menikmati naiknya harga minyak goring ini”. Maksudnya menuding kepada para pengusaha kelapa sawit di Indonesia. “ Kalau disana sini ada banyak jalan yang rusak, tapi ingat disamping itu juga ada berapa banyak jumlah container dijalan itu yang lewat setiap harinya”, lanjutnya. Ini maksudnya menjelaskan bahwa meningkatknya pertumbuhan ekonomi Indonesia karena ekspor kita meningkat.
Suatu hari saya berkunjung ke Pantai Padang-padang dibelahan Uluwatu Bali. Ramai sekali orang berkunjung kesana, terutama para pecinta surfing dari manca negara, karena ditempat ini dikenal dengan ombaknya yang besar. Jadi teringat, pernyataan para pejabat kita beberapa bulan yang lalu, menghimbau kepada para nelayan kita, terutama nelayan pantai utara, supaya tidak melaut karena ombaknya sedang besar, sebab dianggap membahayakan keselamatan jiwa mereka. Ini paradox. Para surfer sengaja datang keberbagai tempat yang ombaknya sedang besar, kemudian menikmati hempasan ombak besar itu, sementara nelayan kita yang kerjaan hari-harinya melaut dilarang menangkap ikan kerana ombaknya sedang besar, kemudian mereka kehilangan mata pencahariannya.
Di pantai padang-padang ini juga ada 75 orang pedagan asongan, termasuk didalamnya para pemijit tradisional. Senang sekali melihat aksi-aksi para pedagang tersebut menawarkan barang dagangannya dan jasa pijatnya. Mereka hebat-hebat sekali menggunakan berbagi bahasa asing. Hampir setiap pedagang asongan itu bisa berbahasa Inggris, menjadi rezeki tambahan mereka klau bisa juga berbahasa Jepang atu mandarin, karena artinya ini memperluas segment pasar.Sebutnya saja “ dayu “, wanita berumur diatas dua puluh lima tahunan ini dan sedang hamil 7 bulan ini, menyampaikan keluhannya karena himpitan berbagai kebutuhan pokok harganya naik terus.
“ Seringkali saya pulang tidak bawa uang Pak”, keluh Dayu. Maksudnya karena barang dagangannya tidak ada yang membelinya. “ tapi harus bagaimana lagi, lebih baik tidak diam di rumah, mengadu nasib di pantai ini”, kisahnya. Ketika di pancing mau pilih siapa untuk Gubernur Bali yang akan datang, dia tidak punya pilihan apapun karena disebabkan kekecewaan berbagai pemilihan sebelumnya, baik waktu pemilu, pilpres maupun pilbup. “ sama saja pak, gonta ganti presiden juga hidup kami tidak berubah, apalagi sekarang harga-hara naik terus, sekolah mahal, rumah sakit mahal, beras juga mahal”, lanjut Dayu.
“ enak jadi Gubernur atau presiden ya pak? Makan enak, tidur enak, kemana-mana pakai mobil bagus, dijaga orang”, tambahnya lagi. “ Kami terus begini dari taun ke taun, mau makan juga harus menunggu dulu kaos T-Shirtnya laku. Itupun untungnya hanya dua ribu untuk satu t-shirt, susah lagi lakunya, kebanyakan tukang dagang”, keluhnya.