Tuhan, Engkau Agamanya apa?
oleh : Ali Syarief
Dalam suatu kuliah subuh, Gusdur ditanya oleh mustami’nya:” Gus, kan didalam al-qur’an, Allah menyatakan, bahwa Islamlah agama yang diridhoi-Nya”, tanyanya. Lalu apa jawab Gusdur :” la..itukan kan kata orang Islam, agama lain juga mengatakan hal yang sama”, jawabnya cetus. Saya merenung sejenak atas jawaban Gusdur itu. Kalaulah itu pertanyaan tertuju kepada seorang ulama besar, maka tentu jawabnya akan sangat berbeda dengan Gusdur. Saya memahami dan memaknainya, bahwa jawaban Gusdur tadi adalah produk pemahaman yang komprehensif dan komperatif dalam dasar-dasar nuansa kejujuran berfikir. Bukan dogma-dogma yang akan sulit di bawa ke ranah rasionalitas kehidupan manusia.
Tuhan yang diperkenalkan oleh Muhammad SAW, disebut Allah, yaitu pada tahun 600an Masehi. Sementara Allah yang di maksud oleh Isa alaihi salam (Jesus) dilahirkan pada tahun 0. Tentu orang yahudi mengenal dan menyembah “Adonai”, ratusan tahun sebelum masehi. Hindu yang sama tuanya dengan agama Persia, menyebutnya Tuhan itu dengan “Sangyang widiwase”, itu terjadi lebih dari 5000 tahun yang lalu. Dalam keterbatasan penulis, maka Tuhan yang paling tua umurnya adalah “Sangyang widiwase” dan yang muda adalah “Allah” yang diperkenalkan oleh Muhammad. Jadi segala pemahaman tentang dzat Tuhan yang difatwakan oleh masing-masing penuturnya ternyata tidak sama. Tuhan dari mulai kekasih hingga pembantu kita, dari mulai nun jauh disana hingga lebih dekat dengan urat nadi leher manusia. Tuhan dari yang maha pengasih hingga maha penyiksa.
Bangsa Indonesia menempatkan Tuhan pada ranah hukum dasar. UUD kita dalam preambulnya memuat “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagai salah satu dasar negara dan bangsa Indonesia berpijak. Ini bisa kita maknai dua hal, yang artinya pertama Tuhan dijadikan sebagai alat politik, yaitu untuk mempersatukan bangsa-bangsa ini, dan yang kedua rasa ketakutan kalau Tuhan yang Maha itu, ditinggalkan oleh bangsa Indonesia. Karena itu, di bumi pertiwi ini tidak ada tempat bagi mereka yang tidak mengakui Tuhan. Maka lahirlah UU yang mengatur lebih rinci bagaimana eksistensi Tuhan itu ditetapkan dalam peraturan teknis sebagai suatu pengakuan melalui agama-agama tertentu itu.
Inilah yang kemudian menjadi sumber masalah. Kemahaan Tuhan menjadi tidak Maha lagi. Wilayah hak pribadi diatur oleh hukum negara. Expresi manusia untuk eksistensi kemahaan Tuhan, harus melalui agama-agama yg tadi ditetapkan oleh undang-undang negara itu. Akhirnya semua menjadi rancu, menjadi aneh dan kemudian semua menjadi terbelengu oleh kebodohan-kebodohan yang dibuat oleh kita sendiri. Dan anehnya Tuhan diam membisu seribu kata!?.
Saat ini, sebagian saudara kita sedang mengajukan Yudicial Review terhadap UU tersebut, yang sudah berumur 45 tahun di negeri ini. Mahkamah Konstitusi sedang menyidangkannya. Ada alasan yang cukup mendasar mengapa UU ini di review lagi. Ia dianggap bertentangan dengan Hak-Hak Asasi Manusia (Human Right). Jadi bukan karena semata-mata atau karena berkaitan dengan “iklim demokratisasi” saat ini. Peninanjaun kembali UU ini, disamping menteri agama kita, juga di tentang oleh sejunmlah LSM, seperti FPI, Hizbut Tahrir, dll. Tetapi sejumlah tokokh-tokoh juga seperti Imam Prasojo, Emha Ainun Najib, Andrea Hirata dan Garin Nugroho turut memberi kontribusi sikap dan pandangannya. Namun sejumlah tokoh-tokoh seperti Syafii Ma’arif, Franz Magnis Seseno. Luthfy Assyaukani dan Cole Durham, professor hukum dari Amerika, akan turut berbicara dalam sidang ini.
Benar adanya, estimiasi saya bahwa review atas UU tersebut, justru akan mendapat perlawanan yang sangat sengit dari umat islam itu sendiri. Saya membacanya, bahwa sebagai umat yang terbesar di negeri ini, sangat menikmati mengukur kebenaran keagamaan itu dari sudut keyakinannya sendiri. Karena itu kehadiran Ahmadiyah, Lia Eden dan yang mengaku nabi-nabi baru, dianggap sebagai suatu penistaan atas keyakinan mereka. Saya dapat memahami sikap sebagian saudaraku itu, karena dogma-dogma agama (Islam dan agama-agama lainnya), sangat merasuk dan telah menjadi attitude, tata fikir serta cita rasa pada umumnya, yang tidak bisa menerima keyakinan yang berbeda. Agama cenderung mengajarkan kita unutk menjadi robotic, baik gerak maupun fikirnya harus seiring dan seirama, dan itu berlansung secara turun temurun berabab-abad.
Mengakhiri tulisan ini, saya tertarik dengan pedapatnya Rene` Egli, dalam The LOL2A Principle :”man is provided free will. Therefore He has the power to deny this universal intillegence, his God, this is great how the power of man is”, dan selamat menikmati puisi di bawah ini:
This is God
(Phil Vassar)
This is God
Could I please have your attention
There’s a need for intervention
Man, I’m disappointed in what I’m seeing
Hey, This is God
You fight each other in my name
Treat life like it’s a foolish game
Well, I say, you’ve got the wrong idea
Oh, all I’m asking for is love
Well, I’ve seen you hurt yourselves enough
Oh, I’ve been waiting on a change in you
Ya, this is God
I’ve given everything to you
Oh but look at what you do
To the world that I created
This is God
What’s with this attitude and hate
You grow more ignorant with age
You had it made
Now look at all you’ve wasted
Oh, all I’m asking for is love
Well, I’ve seen you hurt yourselves enough
Oh, I’ve been waiting for a change in you
I know your every thought
Your heart and soul, and every move
There are so many consequences
To the things you do
All I’m asking for is love
Haven’t you hurt yourselves enough
Oh, I’ve been waiting for a change in you
A change in you
This is God
Mas,
Mau tanya, sebenarnya Tuhan menciptakan manusia atau manusia yang menciptakan Tuhan?? Maaf cuma numpang lewat saja
manusia dong
kalo gitu mohon ijinnya utk di copas / di link di FB saya ya? Tks alot