Ini percakapan di lapangan Tennis. Kebetulan saya diajak temen saya bermain Tennis dengan para purnawirawan Tentara (dulu ABRI). Mereka seangkatan dengan Pak Harto. Biasa kalau para veteran berkumpul ceritanya kalau bukan curhat, ya cerita nostalgia masa lalunya. “iya..Pak Harto itu, pangkat pertamanya itu overste atau Letkol”, celoteh Letkol Imam. Lha, Pak Imam dulu apa pangkat awalnya? tanyaku. “saya pikir diatas letkol itu mayor sambil tertawa termehek-mehek, jadi saya pilih mayor”, jawabnya.
Nah kira-kira begitulah gambaran sekilas tentang sejarah kepangkatan Ketentaraan kita dahulu. Jadi ngga perlu terkejut, walau tak ada sekolah calon Jenderal, Pak Dirman Cs itu, sudah berpangkat Jenderal.
Tentara kita yang produk Belanda, mereka terhimpun dalam KNIL dan yang dilatih oleh Jepang bergabung dalam Pembela Tanah Air alias PETA. Maaf kalau saya keliru. Tetapi yang ingin saya katakan, bahwa ex KNIL dan PETA, pada umumnya mereka sangat brilliant. Otaknya encer-encer. Ngomongnya fasih dalam bahasa Belanda dan Bahasa Jepangnya bera bera, apalagi Inggris. Benda dengan Jenderal tahun 2000an, Inggrisnya balepotan banget!.
Kembali ke soal TNI yang aneh itu, “soal kepangkatan”. Karir kepangkatan itu sebenarnya topnya adalah Kolonel, sebab Jenderal itu adalah pilihan lain. Dan sejatinya, sesuai dengan namanya, jenderal itu hanya satu. Wong namanya juga Jenderal. Seperti di Libya, karena Moamar Gadafi adalah Kolonel, maka disana tidak ada yang berpangkat Jenderal.
Kalau di kita, Kepala staf bintang 4, Paglima bintang 4 dan KaPolRI pun (civil yang dipersenajati pangkat tertingginya berbintang 4).