MEMAKNAI NEGARA BESAR & BANGSA BESAR

Negara Besar.
Seringkali kita mendengar dari para petinggi kita berteriak dengan gagahnya; : Indonesia adalah Negara besar”. Wilayahnya seluas benua Amerika. Bagaimana mereka memaknainya? Tetapi semua managemen disentralisir di yang namanya “Pusat” atau Jakarta. Contoh sederhana, cetak kertas suara saja harus di cetak Jakarta, kemudian didistribusikan ke daerah-daerah yang luasnya segede Amerika itu. Anggaran Pembangunan menggelembung ke atas, di Pusat, padahal pelaksananaan pembangunan riel itu ada di daerah-daerah. Idea-idea seringkali datangnya dari Pusat, padahal orang-orang yang cerdas dengan idea-idea brilliant sesungguhnya banyak di daerah-daerah yang tak pernah muncul. Akhirnya Jakarta maju sendiri. Padahal tanngung Jawa pemerintahan Pusat itu, adalah urusan-urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan Keamanan dan Agama.

Kalau anda bertanya, Psatnya Amerika itu dimana sih? Anda tidak akan pernah menemukan jawabanya, karena Washington adalah hanya sekedar wilayah Dstrik saja atau kalau di kita tak ubahnya wilayah Kecamaan. Pusat-pusat itu tersebar di Negara-negara bagian. Di Australia, Pusat pemerintahan ada di Canberra. Kota yang sangat sepi, hampir-hampir sangat membosankan, karena penduduknya hanya 250 ribu orang saja. Kebanyakan di huni oleh pegawai-pegawai pemerintahan. Pusat-puat kegiatannya terfokus di Sydney atau Melbourne.

Bangsa Besar.
Saya hampir tidak pernah faham apa makna Indonesia adalah bangsa yang besar!, yang sering kali juga di sampaikan secara emosioanal digelorakan oleh pimpinan-pimpinan kita, baik pimpinan pemerintahan maupun politkus. Padahal kita tahu di Luar negeri itu Indonesia hanya popular Bangsa yang Paling Korup di Dunia. Semakin terkenal Indonesia di Luar Negeri ketika Amrozi Cs meledekan Bali, terkenalah dengan Bangsa Terorist. Hampir pasti orang Amerika banyak yang tidak mengenal Indonesia. Kalau kita ingin introducing Indonesia, harus kita mulai dengan “ Bali “ dahulu. Di Singapore sejak kita turun dari pesawat, sopir taxi, restoran, ditoko toko electronic, mall mall, kita menjadi bahan perhatian orang Singapore, karena orang Indonesia dikenal sebagai bangsa yang suka memborong apa saja secara emosional. Takashimaya adalah mall yang termewah di Singapore dan pengunjungnya kebanyakan orang Indonesia. Tetapi jangan salah ketika orang singapore menegur, “ my maid is also Indonesian from Jawa”.

Konon kabarnya di Eropa kalau mengungkapkan karakteristik yang jelek dan tidak berakhlaq dengan ungkapan kata “Indonesien”. Tapi belagunya, Indonesia itu lebih banya musuhnya ketimbang karibnya!.

Merajut Keutuhan Budaya

Tidak dapat kita pungkiri bahwa semua permasalahan bangsa saat ini, pada akhirnya tertumpu kepada / disebabkan oleh lemahnya nilai-nilai kekokohan budaya bangsa kita sendiri. Padahal identitas suatu bangsa, kebesaran suatu bangsa dan bahkan keutuhan suatu bangsa, akan sangat ditentukan oleh keajegan budaya bangsanya itu sendiri.

Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai kesatuan etnisitas, suku, ras, agama dan budaya local (endogenous) adalah merupakan keunikan tersendiri, yang justru sekaligus bukan saja seharusnya menjadi kekuatan (strength), akan tetapi dapat menjadi suatu keunggulan (advantage) dalam berbagai hal.

Faktor Geografis, Demografis dan keragaman budaya local adalah potensi bangsa ini, baik dalam pengembangan ekonomi dalam rangka mensejahteraan bangsa, landasan politik sebagai pengembangan demokrasi dalam rangka membentuk pemerintahan yang kuat, maupun keutuhan wilayah nuasantara itu sendiri. (Ingat; IPOLEKSOSBUD MIL&HANKAM)

Namun demikian, akhir-akhir ini ada fenomena, bahwa kita semakin merasakan kehawatiran yang sangat mendalam, bahwa pengikisan nilai-nilai cultural kita, telah menjadi semakin besar, sehingga bukan saja telah mengancam nilai-nilai kebangsaan kita, akan tetapi keutuhan suatu bangsa akibat nilai moralitas bangsa yang semakin rendah, yang pada gilirannya akan mengancam terhadap keutuhan wilayah nusantara. (Perhatikan peristiwa seperti tawuran, dekadensi moral remaja, kriminilitas dan sadisme,dll)

Oleh karena itu, adalah menjadi kewajiban semua pihak, untuk kembali merajut tatanan budaya bangsa ini, sehingga kembali pada relnya, agar dapat memicu kekuatan bangsa, baik dalam kehidupan politik, ekonomi maupun dalam berbudaya itu sendiri.