Saya pikir, Pidato Presiden pada tanggal 15 Agustus 2014 yang lalu, di depan sidang Paripurna DPR RI itu, adalah pidato evaluasi pembangunan yang telah dilakukan dan atau yang belaum tercapai oleh Pemerintahan SBY selama 5 tahun yang lalu. Jadi bingung, koq yang di sampaikan dalam pidato bagus itu adalah, “Pengartar RAPBN tahun 2015”. Sempat terlintas, apakah memang ia mau kembali melanjutkan pemerintahannya lagi?
Inilah praktek ketata negaraan yang sangat aneh menurut saya. Bayangkan kalau Presiden yang akan berkuasa mulai pada bulan Oktober 20, 2014 yad itu, berbeda program, bahkan bisa jadi bertentangan dengan program yang telah ditetapkannya itu?!.
Pada sisi lain, saat kampanye kemarin dulu, Capres-capres tersebut, gigih menyampaikan program-program baru kedepan kepada jutaan rakyat, yang di harapkan, karena itulah rakyat dapat memilihnya. Tetapi saat berkuasa, yang di jalankan adalah justru program-program yang disusun oleh Pemerintahan sebelumnya, yang sama sekali tidak ada kaitan dan hubungannya dengan Pemerintahan yang akan datang itu.
Mengapa bisa terjadi seperti ini?
Selidiki punya selidik, rupanya sejak tahun 2004, telah lahir UU no. 25/2004, ttg Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yaitu satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah[1]. Sistem ini adalah pengganti dari Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan mulai berlaku sejak tahun 2005 [2].
Pertanyaan kemudian adalah, untuk apa para Capres di wajibkan menyampaikan Visi dan Misinya serta tentu program2 kerjanya? Padahal RAPBN disusun bersama masyarakat, yang telah ditetapkan mekanismenya, seperti pada Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan), yang anggotanya adalah semua unsur yang ada di masyarakat sbg stake holders dan pemerintahan pusat maupun daerah.
Pertanyaan berikutnya, bukan kah kampanye capres-capres itu, adalah menyampaikan program program kerja tersebut sebagai “kontrak social” ? Jangan biarkan kampanye Capres 2 tersebut, mejadi kebohongan karena produk system yang buruk.