Vickism Dalam Kehidupan Beragama

Ingatkan Vicky? Dia anak muda yang sempat di tahan, karena telah melakukan serangkaian penipuaan kepada calon pendampingnya. Tetapi yang menghobohkannya adalah, gaya dia dalam berbahasa dan penyusunan tata kalimat, yang kemudian saya proyeksikan kedalam perilaku sebagian umat beragama di indonesia.

Setelah memotret kehidupan manusia yang sedang khusyu melaksanakan keyakinan agamanya, akhirnya saya menemukan gambar yang pas yaitu “vickism”, hanya lancar bertutur – tetapi keliru dalam menerapkan gramatika kehidupannya sehari-hari.

Karena itu saya definisikan bahwa  “Vickism” itu adalah gaya berbahasa, seperti Vicky, yang gado-gado, mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Kedua bahasa itu tidak dipergunakan dengan kaidah yang baku sehingga akhirnya terkesan sok pintar. Pada saat yang sama, ia tidak mengerti apa yang dia omongkan.

Ada ustadz yang karena suaranya enak di dengar, berjenis tenor, kemudian membaca ayat al-qur’an, di reka-reka yang harusnya di baca dua harat, karena suara tenornys itu, melengking panjang, jadilah 5 harkat. Dalam kaidah gramatika lugat arab, panjang pendeknya suatu bacaan menjelaskan artinya yang berbeda, yaitu singular (sendirian) dan jamak (banyak orang).

Masuk ke pelaksanaan ibadah lainnya, seperti kebiasaan kita berqur’ban, pada bulan haji ini. Awalnya perintah berqurban itu, memberikan pelajaran keta’atan berserah diri kepada perintah Allah-kan hanya dalam mimpi!!!. Esensi. Tetapi berproses mejadi subtansi, diganti dengan menyembelih hewan qurban (binatang yang mejadi qorban menggantikan keihlasan keta’atan itu). Nah..sekarang sudah beranjak lagi ke Business, lahirlah nilai baru, keihlasan dan keta’an itu, ada pada hewan yang besar, sehat, kemudian di beri label hewan Super, Grade A, B atau C. Dari esensi ke subtansi, lalu menjadi business tahunan.

Bulan ramadhan baru kita lalui. Esensi awalnya adalah latihan pengendalian diri dari hawa nafsu. Tetapi kemudian berproses menjadi perilaku konsumerisme hingga meningkatkan inflasi yg sangat tinggi, kemacetan, tidak produtif dan melakukan kebodohan masal setiap tahun. Nekad pulang mudik.

Akhirnya perintah membaca – fenoma alam semesta (Iqra) didalam al-quran, diwujudkan kemudian menjadi “musabaqah tilawatil quran”, di berbagai tingkatan, local, regional, nasional hingga ke tingkat international.

Inilah Vickism.

Nikah On-Line itu Cara Gusdur

Lagi heboh, nikah on line di negeri ini, upanya teknologi memberi inspirasi kepada berbagai kehidupan. Konon Gusdur, maaf kalau saya salah, di nikahkan saat beliau masih sekolah di Bagdad, jadi ijab kabulnya via telephone, tidak hadir berpasangan dengan Ibu Shinta.

Bagaimana nikah cara Tuhan?

Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah, tatacaranya persis seperti dalam shariah Islam, ada walinya, ada maharnya, Ijab-kabul, dan saksi-saksinya, padahal waktu itu belum lahir Al-Islam. Pada waktu itu, umat kebanyakan beragama Nashoro, seperti Khadijah. Muhammad sendiri beragama nenek moyangnya asal Ibrahim. Karena itu Islam dan kristem dalam ijabnya mirip, Islam menyebutkan “saya terima nikahnya” atau qabiltu dan kristen jawab nya juga sama “I do”.

Jadi rukun nikah shariah ini, asalnya dari budaya orang Arab. Saya tidak mengerti kenapa kemudian menjadi hukum Tuhan/sharia. Didalam prakteknya, yang mengawinkan adalah walinya, tetapi yang mesyahkan adalah saksi. Kan ketika ijab kabul selesai, penghulu bertanya kepada saksi, syah atau tidaknya ijab? Ketika saksi mengatakan syah, maka serta merta saat itu juga, yag tadinya jinnah menjadi halal, kemudian masuk kedalam hukum hak dan kewajiban sebagai suami dan istri.

Saya tanyakan kepada guru ngaji mengenai hal ini, jawabnya :”tatacara pernikahan itu adalah dalam rangka hablu minnanas”. Hah..public announcement!? Tapi ketika saya renungkan, benar juga adanya. Kan kalau tidak ada cinta kasih, walau rukun nikah lengkap tidak akan terjadi alias mustahil pernikahan.

Mau bukti? Coba flash back ke jaman Adam dan Hawa (!?). Walau tidak ada wali nikah, tidak ada saksi, tidak ada mahar, tidak ucap ijab kabul, yang ada pasti hanya cinta kasih karena itu kemudian lahirlah keturunannya hingga ke anda..hehehehehe…itulah sunnatullah. Its Love.

Hanya Terjadi di Indonesia

Presiden, mengusulkan calon Kapolri, kemudian di setujui oleh DPR RI, dan di batalkan lagi oleh Presiden sendiri.

Hanya terjadi di Indonesia, dalam system parlementer Pemilunya diikuti oleh peserta perseorangan dan ormas. Pemilu 1955 diikuti 172 kontestan terdiri dari sekian puluh partai, sekian puluh perorangan, sekian puluh organisasi non partai. Ini terjadi jaman Bung Karno.

Hanya terjadi di Indonesia, dalam system parlementer, partai yang bukan penguasa yaitu PDI dan PPP, tidak menjadi Partai Oposisi. Mereka hanya menjadi pelengkap seolah-olah demokrasi.  Ini terjadi jaman Orbanya Pak Harto.

Hanya terjadi di Indonesia, Presiden BJ Habibie tidak diterima laporan pertnggung jawabannya oleh Partainya sendiri, yaitu Golkar.

Hanya terjadi di Indonesia, dalam system parlementer Gusdur, berhasil menjadi Presiden RI dari Partai yang kecil, PKB,  bukan partai pemenang pemilu!.

Hanya terjadi di Indonesia, dalam system Presidential, dibentuk partai koalisi dan terbentuk partai  oposisi. Ini sedang terjadi saat ini, era SBY.

Hanya terjadi di Indonesia, Aburizal Bakri mengatakan;”Pengabdian kepada Golkar adalah Pengabdian kepada Rakyat”, demikian pernyataan yang aneh, dan di amini oleh tokoh-tokoh Golkar. Padahal dalam system presidential rakyat tidak memilih Partai Politik.

Hanya terjadi di Indonesia, SBY melakukan Pertemuan, baru-varu ini, di Cikeas adalah koordinasi rutin antara SBY dengan anggota Fraksi PD DPR. Pertemuan membahas tugas, fungsi, pokok anggota PD yang ada di legislatif,” jelas Andi Nurpati, Ketua Bidang Komunikasi Publik DPP PD. Dalam system Presidential, rakyat memilih orang perorang, tidak ada lagi kaiatnnya dengan Parai politik, ketika seseorang telah menjadi anggota legsilatif.

Hanya terjadi di Indonesia, dalam system Presidential, dimana rakyat memilih orang perorang, tetapi di DPR ada perwakilan Partai Politik, fraksi-fraksi. Siapa yang memilih Parpol ya?

Food Diplomacy

Suatu hari, di Forth Worth – Texas, kami bertemu dengan delegasi dari Italy, Jepang, China dan negara yg sister citiy lainya dengan Forth Worth. Giliran delegasi dari Italy, memperkenalkan negaranya, yg mereka bawa adalah seorang Chef. Lalu, kemudian kami menikmati masakan Chef tersebut, maka terkagum-kagum lah semua yang hadir, karena lezatnya masakan tersebut.

Menlu Mochtar Kusumaatmadja, sempat melontarkan gagasan, ingin memperkenalkan semur daging Lidah Sapi, kepada dunia, karena di nilai nya, barangkali ini masakan yang lezat  juga kali yah.

Idea dan pengalaman saya tersebut, kemudian sampai juga kepada teman-teman saya, hingga pada suatu saat, muncullah gagasan, kalau acara di Pinang-Malaysia pada pertemuan antara delegasi Propinsi Jawa barat dengan Pemerintah Daerah Pinang nanti, akan menghidangkan Sundanese Foods.

Makanan yang sdh disipakan, seperti biasa, ala sunda, Nasi, Sayur asam, lalapan, sambal, ikan asin dan goreng ayam, ada juga daging, plus goreng tahu tempe. Rupanya  yang memasak memang chef Indonesia dari Jawa Barat tetapi yang menghidangkan semua pelayan Chinese.

Nah, yang terjadi served nya ala chinese food; Pertama yg mereka keluarkan adalah lalapan dan sambel, kami delegasi jawa barat tidak langsung makan, karena tahu harus menunggu dulu nasi dan lauk pauknya keluar . Sementara undangan orang Pinang yang hadir malam itu, bingung tidak tahu, bagaimana tata aturan memakannya, yg ada baru lalapan dan sambel. Tidak lama kemudian, makanan yang belum di makan itu, di ambil lagi oleh para pelayan, lalu mengeluarkan sayur asam dan tahu tempe goreng. Kami sempat makan, karena sup sayur asam memang enak juga di gado.

Tapi setelah semua item makanan keluar dan kemudian di ambil kembali setelah di cicipi dan sebagian ada yang makan, apa boleh buat-karena memang kami pada lapar,  yang keluar terahir adalah justru nasi putih…dikira Chahan kali yah, Duh.. ini Sundanese served ala Chinese kali yah…!!!