Lagi heboh, nikah on line di negeri ini, upanya teknologi memberi inspirasi kepada berbagai kehidupan. Konon Gusdur, maaf kalau saya salah, di nikahkan saat beliau masih sekolah di Bagdad, jadi ijab kabulnya via telephone, tidak hadir berpasangan dengan Ibu Shinta.
Bagaimana nikah cara Tuhan?
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah, tatacaranya persis seperti dalam shariah Islam, ada walinya, ada maharnya, Ijab-kabul, dan saksi-saksinya, padahal waktu itu belum lahir Al-Islam. Pada waktu itu, umat kebanyakan beragama Nashoro, seperti Khadijah. Muhammad sendiri beragama nenek moyangnya asal Ibrahim. Karena itu Islam dan kristem dalam ijabnya mirip, Islam menyebutkan “saya terima nikahnya” atau qabiltu dan kristen jawab nya juga sama “I do”.
Jadi rukun nikah shariah ini, asalnya dari budaya orang Arab. Saya tidak mengerti kenapa kemudian menjadi hukum Tuhan/sharia. Didalam prakteknya, yang mengawinkan adalah walinya, tetapi yang mesyahkan adalah saksi. Kan ketika ijab kabul selesai, penghulu bertanya kepada saksi, syah atau tidaknya ijab? Ketika saksi mengatakan syah, maka serta merta saat itu juga, yag tadinya jinnah menjadi halal, kemudian masuk kedalam hukum hak dan kewajiban sebagai suami dan istri.
Saya tanyakan kepada guru ngaji mengenai hal ini, jawabnya :”tatacara pernikahan itu adalah dalam rangka hablu minnanas”. Hah..public announcement!? Tapi ketika saya renungkan, benar juga adanya. Kan kalau tidak ada cinta kasih, walau rukun nikah lengkap tidak akan terjadi alias mustahil pernikahan.
Mau bukti? Coba flash back ke jaman Adam dan Hawa (!?). Walau tidak ada wali nikah, tidak ada saksi, tidak ada mahar, tidak ucap ijab kabul, yang ada pasti hanya cinta kasih karena itu kemudian lahirlah keturunannya hingga ke anda..hehehehehe…itulah sunnatullah. Its Love.