Hadits diriwayatkan dari Abi Hurairah, beliau berkata, telah bersabda Rasululloh saw: “telah berfirman Allah swt, “Aku adalah sebagaimana prasangka hambaku kepadaku, dan aku bersamanya ketika dia mengingatku, dan jika hambaku mengingatku dalam sendirian maka aku mengingatnya dalam diriku, dan jika hambaku mengingatku dalam sebuah kelompok, maka aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok tersebut, dan jika dia mendekatiku sejengkal, aku mendekat kpdnya sehasta, jika dia mendekatiku sehasta, mk aku mendekatinya satu depa, jika dia mendatangiku dg berjalan, mk aku mendatanginya dg berjalan cepat” Hadits rwyt Bukhari, Muslim, Tirmidzi dari Imam Ibnu Majah (hadits Qudsi no 15).
Ada dua hal yang ingin saya garis bawahi dari hadist qudsi tesebut;
Pertama pernyataan yang tak henti-hentinya saya berfikir dan tidak menemukan jawabannya adalah ; “Aku adalah sebagaimana prasangka hambaku kepadaku”.
Coba lihat sebuah gunung yang ada di sekitar kita. Dia tidak berbicara dan membisu, tetapi dia bisa menjelaskan tentang dirinya, bentuknya, isi kandungannya, besar dan tingginya. Sehingga manusia yang melihat menjadi jelas adanya, dan seterusnya.
Beda dengan Tuhan, ia bahkan tidak menjelaskan siapa dirinya. Ia membiarkan dirinya, di fahami oleh masing-masing manusia pada persepsi subjetifitas orang yang memikirkannya.
Dan yang kedua adalah : “……………….jika dia mendatangiku dg berjalan, maka aku mendatanginya dg berjalan cepat”. Atas dasar hadist ini, barangkali Taufiq Ismail menuliskan lirik lagu Tuhan, yang di nyanyikan oleh Bimbo, “aku dekat engkau dekat, aku jauh engkau jauh”.
Tuhan begitu emosional sekali terhadap makhluk yang diciptakannya sendiri.