Arogansi Antar Lembaga Tinggi Menurut Konstitusi

Idealnya, organisasi itu disusun untuk membagi tugas habis, supaya dapat bersama sama dan bekerjasama melaksakanan berbagai tugas yang berbeda-beda, untuk mencapai tujuan yang sama. Itu!.

Tetapi apa yang dapat kita temui dalam praktek ketata negaraan di Republik Indonesia ini? Coba kita perhatikan ilustrasi ini ;

Presiden bisa mengatakan, bahwa saya adalah pemegang mandate penuh dari rakyat, karena di pilih langsung oleh mayoritas rakyat. Jadi sayalah Kepala Negara dan berkuasa penuh.

Lalu DPR RI, bisa mengatakan begini, kami juga di pilih oleh rakyat, dan menurut UU berhak memanggil presiden dan minta pertanggug jawaban atas segala tindakanya. Bahkan kami bisa membuat UU untuk keperluan apa saja, tanpa harus di setujui oleh Presiden.

DPD juga tidak mau ketinggalan; Kami dipilih langsung, tanpa partai politik, dan menurut UU, Presiden juga bertanggng jawab kepada kami.

Di balaslah oleh Mahkamah Konstitusi, berdasar UUD, walaupun kalian jumlahnya 560 orang, dan bisa membuat UU, tetapi bisa MK anulir oleh hanya 5 orang. Bahkan Presiden bisa di impeach, setelah mendengarkan keputusan kami. Jadi kami yang berkuasa!!!.

Lalu MPR RI mengatakan begini, kamilah yang berkuasa, karena kami menyumpah dan melantikan Presiden dan sekaligus bisa meng impeachnya, menurut konstitusi.

Didalam ranah hukum juga terjadi seperti itu. Keputusan Pengadilan yang ada di bawahnya, bisa di anulir oleh keputusan pengadilan yang ada di atasnya, hingga ke Mahkamah Agung.

Kira-kira kalau situasinya seperti tersebut, apalagi intervensi Partai Politik sangat kental di bergaia lembaga tinggi Negara itu, kapan bisa melaksanakan pembangunan untuk mensejahterakan rakyat?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s