Dalam surat al-baqarah ayat ke dua tertulis seperti ini “ dzalikal kitabu la raiba fihi hudzalilmuttaqien”, dan seterusnya. Setelah saya merenung, lalu saya berpendapat seperti ini, kata “kitabu”, itu asal kata dari “kataba”, yang artinya menulis. Jadi kitabun (Noun) dari kata Kataba, artinya kitab atau buku.
Isim Isyarat dzaalika adalah Mubtada’, dan kata al-kitaabu menjadi khobarnya dzaalika, dan Isim Isyarat dzaalika itu untuk menunjuk kepada kata benda yang mudzakar/laki-laki, dan setiap Isim Isyarat pasti kata benda, dan setiap kata yang bisa dimasuki oleh huruf tambahan alif dan laam seperti kata al-kitaabu juga pasti kata benda/isim.
Kemudian keraguan saya akan cara saya meng i’rab, saya konfirmasi kepada ustadz, dan ia mengatakan memang begitu adanya. Dari situ, kemudian menerawang ke abad dimana al-quran diturunkan, yaitu pada sekitar 600 masehi.
Dari tarich yang saya baca, bahwa ayat-ayat yang di bukukan dalam kitab yg kemudian di sebut al-quran itu, adalah diturunkan dalam berbagai cara, seperti dalam bentuk suara dan atau mimpi Nabi Muhammad saw. Nah, pertanyaan saya, apa arti kata Kitabu tersebut? Sebab al-quran baru ada dalam bantuk kitab itu pada abad ke 16 M, setelah Johanus Gutenberg menemukan mesin cetak.
Pada saat al-baqarah ayat ke-2 itu di firmankan, sepengetahuan saya, al-quran tentu saja belum dalam bentuk Kitab. Masih dalam bentuk ayat yang ada dalam benak penghafalnya. Saya kemudian bertanya juga kepada teman-teman saya, konon alquran yang pertama kali di cetak itu, atas perintah salah seorang raja Turki kepada seorang German. Tetapi ia tidak memberikan, istilahnya, manuscript nya, tetapi dengan memimnta si-German menghafalnya, lalu ia mencetaknya, sebanyak 100 copies. Tetapi al-quran itu pun tdk boleh di edarkan, oleh si raja itu katanya.
Ada yang bisa memberikan pencerahannya, kenapa menggukanan kata Kitabu itu? Lalu apa dasarnya MUI dan sebagian umat islam marah, ketika di ketahui kalau sampul al quran itu di buat terompet? Saya percaya, kertas-kertas sampul itu bila tidak di manfaatkan untuk berbagai keperluan, tentu bisa jadi di bakar pula!? Bagaimana?
Ada diskriminasi antara huruf arab dan Alphabet, kata sahabat saya yg meminta saya menulis topic ini. Jangan-jangan emang qur’an baru jadi sebagai terompet yang nyaring bunyinya dan di lagukan dengan berbagai rythim, tetapi jauh dari [emaahaman apalagi di amalkan!!!.
Saya kutip, salah satu komen terhadap tulisan ini di media lain sbb:
Umat Islam marah karena huruf Arab yang berevolusi dari huruf Hewbrew – huruf Nabatean – huruf Nabatean-Arab – huruf Arab (yang tertua yang pernah dijumpai bertarikh 651 M dalam bentuk batu tulis) sudah dianggap huruf suci. Banyak orang yang merasa kurang kaffah berislam jika nama “Allah” dan “ASW” tidak ditulis dengan huruf Arab modern seperti yang dapat kita lihat dalam al-Qur’an (pada hal sekiranya, sekali lagi sekiranya, para Sahabat bangkit dari kuburnya, mereka tidak bisa lagi membaca huruf Hijaiyah sekarang karena sudah sangat berbeda dengan huruf Kristen-Koptik atau Siriak/Kuffik yang menjadi huruf al-Qur’an pada awal-awal penulisannya), sehingga (mungkin) mereka telah menganggap huruf Arab itu huruf suci. Jadi para penyanjung huruf Arab ini hanya berasyik-asyik sendiri. Dengan demikian, huruf Arab sebagai sarana penulisan al-Qur’an (bukan kitab al-Qur’annya) ini pantang diletakkan pada tempat yang lebih rendah (secara fisik) dari buku-buku berhuruf non-Arab lainnya dan tidak boleh berada di tempat yang tidak pantas, misalnya jadi kertas kiloan yang kemudian dijadikan bahan pembuat benda lain, misalnya, trompet, atau pembungkus kacang (si pelaku asal Surabaya(?) terpaksa mendekam dalam penjara). Sayangnya, orang lain pun harus ikut cara mereka. Sungguh suatu kaum yang otoriter, Zulkifli Harahap