Muslihat Menghabisi KPK
Apa yang ada dalam benak kita semua adalah, ketika Johan Budhi mengatakan, menolak RUU KPK, karena disinyalir akan melemahkan KPK itu sendiri. Beberapa minggu yang lalu, JB juga mengatakan dalam kapasitas sebagai Juru Bicara Presiden bahwa Presiden setujua dengan Penguatas KPK. Pernyataan ini disampaikan ditengah-tengah maraknya pro dan kontra, tentang RUU KPK yang segera akan di bahas di DPR.
Yang menarik kita perbincangkan adalah, apa yang dimaksud dengan kalimat “penguatan KPK” itu, oleh Presiden. Tidak ada penjelasan yang lebih rinci apalagi menerangkan perubahan pasal-pasal yang menjelaskan aspek-aspek penguatannya. Bahkan belakangan, apa yang beredar dibicarakan di masyarakat tentang RRU KPK ini, tidak jelas asal usulnya. Dinayatakn oleh Menhukham, bahkan Presiden, pun belum baca RRU tersebut.
Inti dari RUU KPK yang di khawatirkan tersebut adalah soal penyadapan yang harus mendapat ijin dari pengadilan. Kalau ini di syahkan menjadi UU, maka hilanglah ruh kekuatan KPK yang selama ini, keberhasilannya, jutru dalam point ini. Dan yang kedua, masa waktu hidup KPK, di tetapkan hingga kurun waktu beberapa tahun kedepan.
Persoalan lain adalah, bila RUU KPK ini, yang dimotori oleh partai-partai pro pemerintah, bergulir di bahas di DPR, apapun yang diputuskan oleh DPR, pihak eksektuip tidak bisa menolaknya, disamping tidak memiliki hak veto, juga dalam ketentuan UU nya dikatakan; “jika presiden tidak menanda tangani RUU yang sdh dibahas dan disetujui dewan, maka secara otomatis akan berlaku pada hari ke 30”.
Caratan, dari 10 partai yang ada di DPR, saat inihanya Gerinda, Partai Demokrat dan PKS yang menolak RUU itu dibahas di DPR untuk disetujui.
Bila RUU KPK ini terus bergulis di bahas di DPR dan benar perubahannya, seperti yang di duga untuk melemahkan KPK, maka satu-satunya mengehentikan pembahasan itu adalah dengan cara “gerakan rakyat semesta”, menentang perubahan yang melemahkan KPK.