Pak Harto atau Jokowi Yg Otoriter?

Pertanyaan seperti pada judul tulisan ini, akhirnya muncul juga dalam benak saya. Itu karena dampak dari empiris dilapangan, melihat berbagai kebijakan dan gerak langkah politiknya.

Lalu, siapa sebenarnya yang otoriter itu? Nah jawaban dari pertanyaan ini, harus kita runtut melihat kepada sumber-sumber acuannya.  Mari kita mulai.

Pak Harto dipilih hingga 6 kali berturut-turut, oleh MPR RI. Salah? Melanggar Hukum? Otoriter? Jawabnya, TIDAK. Mengapa? Karena konstitusinya memang begitu. Membolehkan. System pemilihan Presiden waktu itu, Presiden dipilih oleh anggota MPR RI, setiap 5 tahun dan boleh dipilih kembali pada pemilihan berikutnya. Berkali-kali Syah.

Kenapa bisa terpilih terus? Sekali lagi system pemilihannya memang begitu. Anggota MPR RI itu, sepertiganya dipilih Rakyat melalui Pemilu, sepertiganya diangkat dari Fraksi ABRI, yang ditetapkan oleh Keputusan Preisiden, sedangkan Utusan Golongan dari daerah-daerah, juga ditetapkan oleh Keppres. Presiden sendiri yang mengatur.

Kemudian pertanyaan berikutnya, bila Pak Harto memimpin negara saat ini, dimana UUD dan turunan UU nya sudah berubah itu,  bagaimana?  Saya  tanya wawancara imaginer dengan beliau yah!

Bagaimana Pak Harto?, tanya saya. Pak Harto bilang begini : “konsep saya dari awal, Pancasila dan UUD 1945 itu harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen”, begitu jawabnya.

Sekarang, saya giliran nanya imaginer  juga pada Jokowi. Sampiyan mengapa membubarkan HTI? Seperti Pak Harto membubarkan PKI! “Ya, nggak tahu….”, begitu kira kira jawabnya. Syah, kok..itu kan aturan hukum kita, saya turut bantu menjawabnya, begitu kira-kita kata dia.

Nah…Jadi sumber dari segala masalah itu, memang system hukum kita buruk.

RUU HIP Untuk Siapa?

Aneh bin nyata, tapi ini hanya terjadi di Indonesia. Orang masih sibuk bahkan hingga baku hantam, membicarakan soal ideologi negara Pancasila. Kapan dilamalkannya? Pernah dengar nggak, orang America debat dan diskusi soal the Declaration of Independence? Atau orang China ngomongin “San Min Chui?”. Dan Liberté, égalité, fraternité (Kebebasan, keadilan, persaudaraan, di Perancis!

Pertanyaan  kemudian, jadi Pancasila itu untuk siapa?  Siapa yang wajib mengamalkan?

Begini. Kita simulasikan. Sila pertama misalnya, Ketuhanan Yg Maha Esa. Saya ambil contoh, Ketua Pembina BPIP, Megawati Soekarno Putri. Saya beri score dalam pengamalannya, karena dia sebagai Ketua Dewan Pembina BPIP, dengan nilai 100. Mahfudz MD, Tri Soetrisno, Syafei Maarif, dll saya beri mereka cukup dengan angka 98. Kemudian saya dan Mas Wardi (Tukang Beca, langganan Ibu saya, bila pergi belanja ke Pasar) dinilai minus 5. Dapat satu poin pun, tidak. Bagiamana? Apakah saya tidak Pancasilais? Apakah Saya  dan Mas Wardi harus keluar dari Indonesia, karena tidak kompeten sebagai warga  Negara Indonesia?

Disini saya ingin menasehati kepada mereka yang nilainya sudah tinggi tersebut. Ibu dan Bapak-bapak yang saya muliakan. Saya, Mas Wardi dan anda semua, adalah warga negara RI, sesuai dengan KTP masing-masing. Kalau anda sudah pada grade paling atas, itu bagus. Tapi saya, bahkan angkanya dibawah 1, minus malahan. Tidak ada apa-apa, karena itu sesuai dengan kapasitas saya dan Mas Wardi. Saya tidak harus setinggi anda Megawati yg jujur, karena berbagai kekuarangan dan kelemahan.  Juga tidak harus sehebat Magfudz MD, yang pinter itu, dalam mengamalkan Pancasila.

Jadi kembali ke Judul tulisan ini. Lalu untuk Siapa Pancasila itu?

Pancasila itu, yang ke 5 sila-silanya ada tersurat dalam pembukaan UUD 45, fungsinya adalah sebagai “sumber  dari segala sumbur hukum”. Kata si Ahok, yang pernah dihukum 2 tahun, karena terbukti bersalah menista Agama Islam,  bahkan pernah bilang  “Konstitusi itu lebih tinggi dari Kitab Suci”.  Nah, garis besarnya adalah Pancasila itu adalah “menyusui”, istilah dari alm Prof. Sarjono, kepada Batang Tubuh UUD dan produk UU lainnya.

Nah kan, telanjang bukan? Terang sekali! Bahwa Pancasila itu, harus diamalkan oleh mereka yang tugasnya membuat UU dan kebijkaan-kebijakan negara lainnya. Jadi RUU Haluan Ideologi Pancasila itu, isinya  adalah Pedoman dan tata cara serta syarat-syarat  membuat UU yang disusui oleh Pancasila itu. Bukan mengubah Panca ke Tri Sila. Masa UU mau mengubah Konstitusi?

Seandainya ada UU, sebut saja UU Intoleransi, sebagai penjabaran dari sila pertama itu. Nah..kemudian rakyat  dalam pengamalan Sila Ketuhan yang Maha Esa tersebut, disitu hidup berpancasilanya. Saya, Megawatai, Machfudz MD, Syafei Maarif dan yang lainnya, harus tunduk dan ta’at sebagai warga bangsa, harus mengamalkan UU itu.  Rakyat yang toleran terhadap berbagai keyakinan yang berbeda, baik sebagai pelaksanaan sila pertama dan sekaligus sila ketiga, maka nilainya top.